KPK Panggil Laksamana Sukardi
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melanjutkan penyidikan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk tersangka pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim. Pada Rabu (10/7), penyidik KPK telah mengagendakan pemeriksaan empat orang saksi, salah satunya ialah mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Selain Laksamana Sukardi, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Glenn Muhammad Surya Yusuf, mantan Deputi Kepala BPPN Farid Harianto dan seorang PNS Edwin H Abdulah. "Keempat saksi diperiksa untuk tersangka SJN (Sjamsul Nursalim)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Rabu (10/7). Febri menegaskan, penyidikan BLBI akan tetap berjalan terus sesuai hukum acara yang berlaku. Adapun, sampai saat ini, penyidik KPK juga belum menerima pemberitahuan siapa yang telah ditunjuk dan diberikan surat kuasa khusus oleh Sjamsul dan sang istri Itjih Nursalim dalam perkara ini. Sebelumnya, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), ?Syafruddin Arsyad Temenggung resmi menghirup udara bebas pada Selasa (9/7) malam setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut. Dengan bebasnya Syafrudin, banyak pihak yang seakan menganggap putusan MA kali ini dapat menggugurkan penyidikan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim yang merupakan pengembangan dari penydikan perkara Syafrudin. Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,58 triliun. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, dalam penanganan perkara ini, KPK telah melewati perjalanan yang sangat panjang. Sehingga, KPK akan terus berupaya membongkar kasus BLBI yang menjadi perhatian publik. "KPK sangat memahami upaya pemberantasan korupsi seringkali berada di jalan yang terjal. Tapi kami paham, kerja belum selesai dan KPK akan terus berupaya menjalankan tugas dan amanat publik ini sebaik-baiknya," ujar Saut di gedung KPK Jakarta, Selasa (9/7) lalu. Saut mengatakan, penyelidikan kasus yang merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun ini pertama dilakukan sejak Januari 2013. Kemudian KPK melakukan penyidikan pertama untuk tersangka Syafruddin pada Maret 2017 dan berlanjut sampai saat ini. Bahkan, selama proses penanganan perkara ini, KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan dengan sangat berhati-hati dan berdasarkan hukum. Dalam proses penyidikan, Syafruddin juga pernah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan saat itu hakim praperadilan menolak pengajuan tersebut dan menegaskan proses penyidikan yang dilakukan KPK dapat diteruskan. Kemudian, sambung Saut, dengan jelas dan tegas Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga telah memutus dengan pertimbangan yang kuat yang terakhir menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara untuk terdakwa tanpa dissenting opinion antara para hakim. KPK, tambah Saut, juga membangun kerja sama lintas negara dengan otoritas di Singapura dan melakukan semua tindakan yang diperlukan sebagai ikhtiar untuk mangembalikan kerugian negara yang sangat besar yakni Rp 4,58 triliun. Selain itu, KPK juga terus memastikan, upaya yang sah secara hukum untuk mengembalikan kerugian negara tersebut tidak akan berhenti. "Sehingga, KPK akan mempelajari dan segera menentukan sikap yang pada prinsipnya adalah akan melakukan upaya hukum biasa atau luar biasa dalam kerangka penanganan perkara ini dan hal lain yang terkait," ungkap Saut. Selain itu, KPK juga akan mencermati beberapa hal dari lnformasi yang disampaikan MA dalam putusannya. Putusan MA yang tidak diambil dengan suara bulat. Tiga orang Hakim memiliki pendapat yang berbeda. Kemudian, dalam putusannya juga dikatakan perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana didakwakan kepadanya, namun bukan merupakan tindak pidana.(rep)
Sumber: