Penafsiran Sekolah Tentang PPDB Berbeda-beda, Ombudsman Telaah Laporan dari Tangerang
SERANG – Ombudsman RI Perwakilan Banten menilai kegaduhan yang terjadi pada PPDB di Banten dikarenakan dua faktor. Yaitu kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan masyarakat yang masih kurang paham. Salah satu yang menjadi sorotan Ombudsman yaitu terkait sistem zonasi. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten, Bambang P Sumo mengaku telah menerima laporan-laporan dari masyarakat terkait proses PPDB. Ia mengungkapkan, mayoritas dari laporan yang masuk terkait keluhan sistem zonasi. “Kalau saya melihat sistem zonasi ini kan tujuannya bagus, untuk pemerataan pendidikan. Supaya orang bisa dekat dengan sekolah bisa bersekolah. Tapi memang banyak juga yang dirugikan,” kata Bambang saat dihubungi melalui telepon, Kamis (4/7). Ia mencontohkan terdapat siswa berprestasi namun zonasinya jauh dari sekolah. Tentu sangat merugikan. “Padahal siswa itu sudah belajar mati-matian. Tapi ada juga kasus lokasi sekolahnya dekat, tapi nggak masuk. Dan ini banyak sekali yang mengeluhkan itu,” ujarnya. “Ya, ada beberapa laporan terkait domisili, siswa sudah setahun pindah domisili. Dia ada masalah keluarga, tapi kartu keluarga (KK) masih domisili asal. Karena itu dia nggak bisa diterima padahal sudah lumayan lama tinggal di situ,” sambungnya. Ia menilai, penafsiran sekolah-sekolah terhadap Permendikbud Nomor 51 tahun 2019 tentang PPDB masih sering berbeda-beda. Disamping itu, sosialisasai dari pemerintah melalui dinas terkait juga sangat kurang. “Harusnya kan pemahamannya sudah satu persepsi. Ini nggak. Belum lagi sosialisasinya kurang. Kemudian juga masyarakat kurang paham dengan hal baru. Seharusnya sosialisasi ke siswa itu sudah dilakukan di tingkat bawahnya dari SD dan SMP. Tapi ini kurang,” jelasnya. Kembali dikatakan Bambang, ke depan pemerintah harus melakuka persiapan yang matang dalam menghadapi PPDB, khsusunya berkenaan dengan sistem zonasi. “Sekarang ini masih ada kelemahan-kelemahan. Harus dikoreksi dan disempurnakan. Belum lagi jumlah sekolah negeri khususnya SMA dan SMK yang sedikit. Dengan kuota terbatas dan ini menjadi masalah. Makanya perlu penyempurnaan,” katanya. Meski begitu, Bambang mengaku pihaknya belum bisa memberikan rekomendasi terkait laporan terhadap hasil PPDB. “Kita masih mengumpulkan laporan-laporan. Kalau sudah selesai kita kabarin. Tapi yang jelas, untuk pengawasan kita tetap terjunkan tim di lapangan,” ujarnya. Sementara, Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan pada Ombudsman Perwakilan Banten, Hari Widiarsya mengatakan, jumlah laporan terkait hasil PPDB 2019 sebanyak lima laporan. Dua laporan terkait PPDB SMP dan tiga laporan PPDB tingkat SMA, SMK dan SKh. “Untuk wilayahnya rata-rata dari Kota Tangerang. Kaya di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Panongan Kabupaten Tangerang,” kata Hari. Ia mengaku, Ombudsman belum bisa mengeluarkan rekomendasi terkait hasil PPDB 2019. “Belum, kita baru manggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan. Kita baru manggil Sekdis Dindikbud Banten selaku Ketua PPDB SMA, SMK dan SKh Ujang Rafiudin. Nanti kita juga akan panggil yang dari Panongan. Yang jelas kita cari keterangan dulu. Selesai itu kita simpulkan, masalahnya apa,” ujarnya. Lebih lanjut, Hari menilai, sistem zonasi pada PPDB tahun ini menjadi inti masalah. “Belum lagi penafsiran penyelenggara yang berbeda-beda. Dan itu sedang kami dalami. Nanti kalau ada kesimpulan kita kabari,” katanya. Terpisah, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan, terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi pada proses PPDB, Pemprov Banten memandang perlu adanya perbaikan di masa mendatang. “Fraksi juga sempat menyinggung soal pelaksanaan PPDB yang belum sempurna. Tapi ke depan akan kita sempurnakan. Apalagi Banten mendapatkan apresiasi dari Ombudsman terkait sistem zonasi,” kata Andika saat ditemui di DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, kemarin. Sementara, Plt Sekretaris Dindikbud Banten, Ujang Rafiudin mengaku masih membahas terkait penambahan rombongan belajar. Hal itu dilakukan untuk mengurangi calon siswa yang tidak tertampung di sekolah-sekolah negeri yang jumlah rombelnya sedikit, namun peminatnya banyak. “Malam ini akan kita bahas. Daya tampung yang akan kita optimalkan. Tapi kita juga harus lihat kemampuan sekolah jangan dipaksakan. Misalkan limpahan yang tidak diterima di SMA 1 dan 2 bisa diarahkan ke sekolah yang memang masih kekurangan atau jumlah rombelnya ditmabah,” kata Ujang saat dihubungi melaui telepon. “Saat ini kita sedang verifikasi sekolah-sekolah yang mengusulkan penambahan rombel. Langkah lanjutnya kita masih menunggu instruksi dari pimpinan,” sambungnya. Terkait pendaftar melalui jalur prestasi, Ujang mengungkapkan jika prestasi terdapat ukuran tersendiri. “Kalau nilainya di atas 60, bagus semua. Dan kita ingin itu juga terkaomodir. Tapi lagi-lagi kita terbentur keterbatasan daya tampung,” ujarnya. Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) telah mengintruksikan Inspektorat Banten untuk untuk meneliti temuan laporang penyimpangan PPDB 2019. “Saya perintahkan inspektorat untuk meneliti lebih lanjut. Kita berharap sih nggak ada penyimpangan. Tapi kalau ada yah ditindak. Kita juga sudah panggil pihak-pihak untuk dimintai keterangan,” kata WH saat ditemui di DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, Selasa (2/7). Terkait adanya penyimpangan-penyimpangan dalam PPDB tahun ini, WH menilai hal itu bisa saja terjadi karena ada persaingan melalui sistem zonasi. “Memang ada alokasi sekian persen, terus ada yang pakai SKTM, surat kesehatan. Lalu ada tiga komponen lagi yaitu zonasi, prestasi dan mutasi orang tua. Dari persyaratan ini kita teliti apakah ada yang dimanipulasi,” ujarnya.(tb)
Sumber: