Izin Enam Importir Nakal Dibekukan

Izin Enam Importir Nakal Dibekukan

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan tindakan tegas kepada enam importir nakal dengan mencabut izinnya. Enam perusahaan ini terdiri dari importir produk hortikultura hingga pelaku industri yang menjual gula rafinasi ke pasar. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pencabutan izin itu bertujuan untuk memberikan efek jera pada pengusaha yang melakukan kecurangan. “Mereka sudah terkena (kasus) kalau importir pasti sudah kami bekukan dahulu (izinnya). Ada yang sudah kami bekukan kira-kira enam (perusahaan),” jelas Enggartiasto di Jakarta, Jumat (2/6).

Enggartiasto menyebutkan, dengan adanya Satgas Pangan gejolak harga pangan di pasar pada bulan puasa tidak akan terlalu besar. Sebab satgas yang juga terdiri dari aparat kepolisian bisa melakukan pengecekan harga. Hasil pengecekan itu dapat di-kroscek ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Di tempat lain, Pengamat Kebijakan Pangan, Suwidi Tono mengapresiasi langkah pemerintah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di berbagai daerah sehingga harga kebutuhan pokok cenderung aman. Agar harga tetap terkendali, Suwidi menyarankan ada beberapa langkah lain yang mesti dilakukan pemerintah. Sebab upaya Sidak pasar hanya mekanisme ad-hoc dan shock therapy bagi para spekulan yang mencoba mendulang untung secara tak wajar. Akan tetapi langkah yang lebih baik kalau pemerintah menerapkan pola monitoring harga dalam sistem yang akuntabel. "Artinya, semua pihak mulai dari pemerintah, pedagang, konsumen, dan lain-lain) punya alat kontrol yang akuntabel dan transparan untuk mengetahui sisi suplai and demand sebagai dasar pembentukan harga di pasar," katanya. Dikatakannya, asimetri informasi pasar terjadi karena regulasi dan kontrol belum kompatibel satu sama lain sehingga mengakibatkan distorsi harga. "Sistem monitoring dan evaluasi harga harus terus di-update bukan hanya untuk keperluan momen khusus seperti Ramadan dan Idul Fitri saja, melainkan melembaga sampai ke daerah setiap saat," ucapnya. Selain itu, kata Suwidi, marjin keuntungan dalam tata niaga seharusnya dinikmati produsen (petani dan peternak), bukan broker atau pedagang. Regulasi tata niaga komoditas pangan strategis harus menjamin hal ini sembari membuat harga tidak merugikan konsumen. "Dengan begitu, akan jauh mengurangi spekulasi harga karena jaringan informasi harga beserta sisi supply and demand dapat terhubung sehingga semua pemangku kepentingan dapat memonitor stok dan harga di masing-masing daerahnya," tandasnya. (iil/JPG)

Sumber: