Korban Aksi Kena Peluru Karet
JAKARTA -- Beberapa korban bentrok antara massa dan aparat keamanan pada 22 Mei terkena peluru karet. Untuk korban meninggal belum diketahui apakah akibat terkena peluru tajam. "Beberapa korban luka terkena peluru karet. Ada juga yang harus dioperasi karena mengalami patah tulang," kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik saat ditemui di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, Jakarta, Rabu (22/5). Untuk korban meninggal dunia, Taufan belum bisa memastikan apakah meninggal karena terkena peluru tajam atau tidak. Pasalnya, keluarga korban menolak dilakukan autopsi. Terdapat dua korban meninggal dunia di RSUD Tarakan. Pihak rumah sakit sudah menawarkan autopsi di Rumah Sakit Polri, tetapi ditolak oleh keluarga korban. "Kami menyayangkan seluruh pihak yang terlibat, baik massa maupun aparat keamanan. Seharusnya penyampaian pendapat yang dilindungi undang-undang dilakukan dengan cara-cara yang baik. Massa aksi dengan aparat keamanan seharusnya bisa bekerja sama," tuturnya. Ketika ditanya apakah sudah ada dugaan terjadi pelanggaran hak asasi dalam kejadian itu, Taufan mengatakan belum bisa dipastikan karena kejadian tersebut harus dilihat secara keseluruhan. "Kami akan meminta keterangan dari korban, juga dengan para pimpinan aparat keamanan kita," ujarnya. Sementara itu, berdasarkan data yang dipasang pengelola RSUD Tarakan, terdapat 140 pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut. Seluruhnya laki-laki dengan usia yang beragam. Yang termuda berusia 15 tahun. Sebagian besar pasien sudah diperbolehkan pulang. Kunjungi Korban Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan di Jakarta. Ia menjenguk korban bentrokan yang terjadi sejak Rabu (22/5) dini hari. "Yang dirawat di RSUD Tarakan saat ini ada 130-an pasien. Dua orang meninggal dunia," kata Taufan saat ditemui di RSUD Tarakan. Taufan mengatakan korban bentrokan bukan hanya peserta aksi penyampaian pendapat di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tetapi juga warga sekitar tempat kejadian.Korban yang dirawat mengalami luka-luka, baik berat maupun luka ringan, dan ada yang harus dioperasi karena mengalami patah tulang. Berdasarkan data yang dipasang pengelola RSUD Tarakan, ada 140 korban bentrokan yang dirawat di rumah sakit tersebut. Seluruhnya laki-laki dengan usia beragam, yang termuda berusia 15 tahun. Namun berdasarkan informasi di papan pengumuman rumah sakit sebagian besar korban bentrokan yang menjalani perawatan sudah pulang. Sedangkan di RS Pelni, Jakarta, merawat 86 koban kerusuhan di kawasan Petamburan, Jabarta Barar (Jakbar). "Kira-kira korban yang dirawat sudah 86. Ada penambahan lagi belum kita hitung," kata Direktur Utama RS Pelni Fathema Djan Rachmat kepada wartawan, Rabu (22/5). Dia mengatakan pihak rumah sakit sudah memperbolehkan sebagian besar korban pulang. Kebanyakan, korban mengalami luka ringan. Terkait adanya satu korban meninggal, Fathema mengatakan RS Pelni membawa korban tersebut ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Fathema memastikan banyaknya korban kerusuhan tidak menganggu jadwal operasional. RS Pelni menyediakan layanan antarjemput untuk pasien cuci darah. "Sementara pasien yang di luar hemodialisa, jantung, hipertensi, paru, kita beritahu untuk hadir besok," ujar Fathema. Kapasitas RS Pelni, dia mengatakan hampir penuh karena merawat korban kerusuhan. Sementara pasien rawat jalan di rumah sakit tersebut disarankan menunda jadwal pemeriksaan demi kemanan mereka.(rep)
Sumber: