FSGI Tolak Wacana Impor Guru

FSGI Tolak Wacana Impor Guru

JAKARTA -- Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim ikut menyoal rencana Menko PMK Puan Maharani untuk mengimpor guru dari negara lain. Pasalnya, FSGI menerima banyak keluhan dan kekhawatiran dari beberapa guru di daerah terkait rencana tersebut. "Sebagai organisasi guru, kami menerima banyak pengaduan soal impor guru ini. Pada intinya ada empat hal menjadi catatan kritis kami para guru, yang pada dasarnya khawatir dan memertanyakan urgensi rencana tersebut," kata Satriwan dalam pernyataan resminya, Sabtu (11/5). Pertama, FSGI mempertanyakan apa argumentasi yang mendasari rencana ini? FSGI meminta Menko PMK memaparkan lebih detil bagaimana status guru luar negeri tersebut; apakah sekadar pelatih guru atau menjadi guru tetap di Indonesia? "Jika maksudnya hanya sebagai "pelatih guru", kami tetap memertanyakan bagaimana standar guru pelatih dari luar negeri tersebut; dari negara mana; bagaimana sistem kerjanya di Indonesia (tetap atau kontrak?); berapa jumlahnya; berapa lama mereka melatih guru dalam negeri; bagaimana pengalokasian anggarannya; dan berapa gajinya?," tuturnya. Oleh karena itu FSGI meminta Kemenko PMK menguraikan secara transparan dan objektif jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas kepada publik, khususnya kepada para guru agar tidak terjadi kecemasan. FSGI khawatir ini akan berdampak terhadap motivasi guru dalam mengajar di kelas nantinya. Penjelasan lebih detil dari Kemenko PMK juga penting agar informasi yang berkembang tidak simpang siur. Kedua, jika alasannya adalah nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) secara nasional yang masih rendah, di sekitar angka 67,00 (dari skala 100) pada 2017, Kemenko PMK (Kemdikbud dan Kemenag) sudah kewajibannya untuk memberdayakan dan melatih guru-guru yang ada di dalam negeri. Sejatinya kita tidak kekurangan jumlah guru secara nasional. Bahkan menurut data, kita sudah over supply guru. Dari sekitar 3,2 juta guru di berbagai tingkatan yang mengajar saat ini, sudah seharusnya pemerintah (termasuk Pemda) memberikan pelatihan yang bermutu dan memberikan pemberdayaan bagi guru-guru ini. Bukan dengan berencana mengimpor guru asing. "Jika impor guru ini benar-benar terjadi, ini akan berbahaya bagi kesempatan dan kelangsungan guru-guru di tanah air untuk mengajar dan mengembangkan dirinya. Nuansa kompetisinya tidak akan baik, sehat, dan berkeadilan. Tidak semestinya guru di tanah air menjadi tamu di rumahnya sendiri. Karena perannya nanti akan digantikan guru impor," paparnya. Ketiga, FSGI menilai jika impor guru ini benar-benar terjadi, kebijakan tersebut merupakan bentuk keputusasaan pemerintah dalam melatih dan memberdayakan guru. Sepertinya pemerintah tidak percaya terhadap guru di tanah air. Faktanya banyak juga yang profesional dan berkualitas. Padahal baru beberapa bulan lalu di 2019 ini, Kemrndikbud mengirim ribuan guru ke luar negeri, untuk belajar dan kuliah singkat. Belajar kepada guru-guru di luar negeri, untuk meningkatkan kompetensi pedagogisnya. Semestinya guru-guru Indonesia yang baru pulang belajar dari luar negeri inilah yang melatih guru dan mentransfer ilmunya _(transfer of knowledge)_ kepada guru-guru di dalam negeri. Ini yang mesti dilakukan, bukan malah berniat mengimpor guru. Keempat, FSGI memahami bahwa persoalan pendidikan di tanah air masih menumpuk. Namun, solusinya bukan mengimpor guru, tetapi dengan memperbaiki sistem kurikulum belajar mengajar. "Demikian catatan penting ini kami sampaikan, agar Kemenko PMK tidak gegabah dan tanpa pertimbangan yang matang dan bijak, sehingga merugikan para guru di tanah air," pungkas Satriwan. (jpnn/mas)

Sumber: