Evaluasi New Zealand Open 2019, Sektor Putri Kejar Ketinggalan

Evaluasi New Zealand Open 2019, Sektor Putri Kejar Ketinggalan

KATA krisis bisa disematkan pada sektor bulutangkis putri Indonesia. Saat perebutan tiket Olimpiade 2020 di Tokyo dimulai lewat New Zealand Open 2019 yang berakhir Minggu (5/5) malam WIB, tunggal dan ganda putri Indonesia justru pulang dengan tangan kosong. Hasil tersebut membuat Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) kecewa. Organisasi pimpinan Wiranto itu berharap sektor putri mengejar ketinggalan mereka agar bisa berprestasi di Olimpiade 2020. Indonesia tak mengirim kekuatan penuh pada turnamen pertama kualifikasi Olimpiade 2020 Tokyo. Pemain-pemain andalannya seperti Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, Greysia Polii/Apriyani Rahayu absen dari BWF World Tour Super 300 tersebut. Tapi, Indonesia merebut dua gelar di ajang tersebut melalui tunggal putra Jonatan Christie dan ganda putra Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan serta satu runner-up dari ganda campuran Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti. Sementara itu, ganda putri Della Destiara/Rizki Amelia Pradipta kandas di babak kedua. Dua pasangan muda, Yulfira Barkah/Jauza Fadhila Sugiarto dan Agatha Imanuela/Siti Fadia Silva Ramadhanti, malah sudah tumbang di babak pertama. Tunggal putri juga tak membawa pulang hasil sip. Laju terbaik ditunjukkan oleh Gregoria Mariska Tunjung dengan melaju ke babak delapan besar. Fitriani dan Ruselli Hartawan di babak kedua, sedangkan pemain muda Yulia Yosephin Susanto tersingkir di babak pertama. "Saya selalu katakan bahwa saat ini memang masih ada ketinggalan terutama sektor putri. Nah, saat ini, kami sedang kerja keras nih bagaimana meningkatkan lagi prestasi ganda dan tunggal putri. Memang program pembinaan enggak instan tapi progres ke arah sana sudah mulai," kata Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti. "Kami juga bukan yang diam tapi bagaimana caranya dari program (ada perubahan). Contohnya mengembalikan pelatih Indonesia di Jepang ke sini, dengan harapan cara kerjanya, latihan, pembentukan atlet putri kita bisa mencontoh dari Jepang. Karena kami tahu atlet Jepang punya daya juang dan kerja keras, itu yang sedang kami terapkan," jelas Susi. "Mengubah karakter itu tak gampang apalagi secara bibit putri lebih sedikit ketimbang putra. Itu dulu harus diakui ya. Dari zaman saya dulu mungkin hanya satu-satu makanya dimana kita juga menambah jadi mencari bakat-bakat itu untuk kami bina," kata dia. "Mudah-mudahan ke depannya yang muda, kalau yang sudah ada saat ini bagaimana memaksimalkan. Walau levelnya masih challenge, grand prix seperti Gregoria, Fitriani, Chouirunisa, tapi progres ke sana ada lah. Saya selalu bilang kalau mau kerja keras pasti bisa karena sudah terbukti loh," dia berharap. Untuk tiket olimpiade sendiri, dari target PP PBSI yang menginginkan 2 wakil untuk tiap nomor nampaknya sulit diwujudkan di sektor putri. Yang punya kans besar ada di ganda putri dimana ada 2 pasangan yang masuk di 16 besar rangking BWF saat ini. Dimana posisi lolos ke Tokyo adalah pebulutangkis yang masuk jajaran 16 Besar hingga jelang Olimpiade. Posisi yang terbilang aman ada di ganda Greysia Polii/Apriyani Rahayu dimana saat ini keduanya ada di peringkat kelima. Satu pasangan lagi yang punya kans adalah Della Destiara Haris/Rizki Amelia Pradipta yang berada di posisi ke-16. Sementara di tunggal putri posisi jauh dari kata aman. Peringkat paling tinggi ditempati Gregoria Mariska Tunjung yang berada di posisi ke-17. Sisanya berada diluar 20 besar. Fitriani misalnya, pebulutangkis kelahiran Banten tersebut posisinya ada di peringkat ke-30. Demikian juga Ruselli Hartawan yang ada di peringkat 40 diikuti Lyanny Alessandra Mainaky di peringkat 43. (apw/dtc)

Sumber: