Empat Provinsi Tawarkan Diri, Kalimantan jadi Lokasi yang Dipertimbangkan jadi Ibu Kota Baru
JAKARTA--Menanggapi rencana pemindahan ibukota Republik Indonesia (RI) dari Jakarta ke kota lain di luar Pulau Jawa, empat pemerintah daerah menyatakan kesiapan jika daerahnya dipilih menjadi lokasi ibukota baru negara menggantikan Jakarta. Ketiga pemerintah daerah itu masing-masing Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Tengah (Kalteng), dan Kalimantan Timur (Kaltim). Gubernur Sulawesi Barat Andi Ali Baal Masdar mengatakan, Sulawesi Barat memiliki keunggulan dari sisi ketersediaan lahan yang dibutuhkan untuk membangun ibukota baru. “Termasuk daya dukung yang disyaratkan misalnya ketersediaan air, bebas bencana, dan sebagainya,” kata Gubernur Sulbar Andi Ali Baal Masdar dalam diskusi yang diselenggarkan Kantor Staf Presiden (KSP) di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (6/5) pagi. Senada dengan Gubernur Sulbar, Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor yang hadir dalam diskusi itu juga menyampaikan kesiapan daerahnya jika dipilih sebagai lokasi baru ibukota RI. Bahkan, menurut Sahbirin, Kalimantan Selatan juga sudah menyiapkan lahan yang dibutuhkan apabila Pemerintah Pusat menetapkan Kalsel sebagai calon ibukota baru. “Kami membayangkan, seandainya ibukotanya ada di Kalsel, lokasinya nanti dilatarbelakangi oleh Pegunungan Meratus dan sekaligus dapat melihat pantai di kejauhan,” kata Sahbirin. Adapun Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran menjelaskan, wilayahnya memiliki semua prasyarat yang diminta oleh Pemerintah Pusat sebagai calon ibukota baru. “Kami sudah menyiapkan tiga wilayah kabupaten di Kalteng yang memenuhi kriteria sebagai ibukota baru Republik Indonesia. Apalagi, dulunya Bung Karno pernah membayangkan masa depan Indonesia itu ibukotanya ada di Kalimantan Tengah,” kata Sugianto. Sedangkan Kalimantan Timur juga sudah menyiapkan wilayah pesisir timur Kalimantan sebagai calon unggulan apabila dipilih sebagai ibukota negara yang baru. “Pilihan wilayah tersebut juga menegaskan Indonesia sebagai negara maritim,” papar Yusliando, pejabat Bappeda Kalimantan Timur. Semua Kepala Daerah juga menyatakan kerelaan dan kesiapannya apabila wilayahnya tidak terpilih sebagai lokasi ibukota baru, mengingat keputusan untuk menentukan lokasi ibukota baru tersebut adalah pilihan terbaik untuk Indonesia. “Kami siap mendukung, di manapun keputusan Presiden Jokowi untuk menetapkan ibukota yang baru nantinya, karena keputusan tersebut pasti merupakan keputusan yang terbaik,” ujar para Gubernur tersebut kompak. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengemukakan, pemindahan ibukota negara dari Jakarta merupakan bagian dari pengembangan wilayah metropolitan di Indonesia menuju Indonesia Sentris. Namun demikian, Bambang memastikan Jakarta akan tetap menjadi kota bisnis dan keuangan. Saat berbicara pada diskusi yang diselenggarkan Kantor Staf Presiden (KSP) di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (6/5), Menteri PPN/Kepala Bappenas itu memaparkan kriteria-kriteria ideal yang akan dipilih sebagai ibukota baru. “Pertama lokasinya harus strategis berada di tengah-tengah wilayah Indonesia. Juga tersedia lahan yang luas, serta bebas dari bencana seperti gempa bumi, gunung berapi, banjir, kebakaran hutan, dan sebagainya,” kata Bambang. Selain itu, lokasi ibukota baru juga harus memiliki sumber daya air yang cukup dan bebas pencemaran lingkungan, dekat dengan kota eksisting, dan tidak memiliki risiko potensi konflik sosial serta memiliki budaya terbuka terhadap pendatang. Yang tidak kalah penting, menurut Bambang, lokasinya memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan nasional. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengemukakan, nantinya ada dua skenario dari sisi jumlah penduduk bagi ibukota baru. Pertama ibukota dengan jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa, dan skenario kedua dengan jumlah penduduk sekitar 870 ribu jiwa. “Dengan rencana tersebut, pengembangan wilayah baru di Indonesia tidak lagi hanya bertumpu di Pulau Jawa yang daya dukungnya semakin terbatas,” ujar Bambang. Butuh Lima Tahun Sementara itu Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebutkan, infrastruktur dasar ibu kota baru untuk pemerintahan butuh setidaknya lima tahun waktu pembangunan. Infrastruktur dasar yang dimaksud adalah jalan raya, penyediaan air bersih, rel kereta api, fasilitas transportasi, gedung pemerintahan, hingga fasilitas pendidikan. "Kira-kira butuh 4-5 tahun. Ya kira-kira ada rel juga. Perkotaan lah. Apakah smart city atau green city ini yang akan sedang ditulis konsepnya oleh Setneg," kata Basuki usai menghadiri rapat terbatas tentang vokasi di Kantor Presiden, Senin (6/5). Sesuai perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pembiayaan pembangunan ibu kota baru nantinya tidak akan sepenuhnya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Basuki menyebut, skema pembiayaan nantinya memiliki rasio 50 persen APBN dan 50 persen non-APBN termasuk kerja sama dengan swasta. "APBN bisa untuk prasarana dasar perkotaan, jalan, air, sanitasi, gedung-gedung, telekomunikasi," kata Basuki. Sementara itu, kerja sama dengan swasta bisa digunakan untuk membiayai gedung-gedung kantor dan sentra ekonomi pendukung. Hingga saat ini, ada empat lokasi yang dicalonkan untuk menjadi lokasi baru ibu kota yakni Sulawesi Barat (Sulbar), Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Basuki menjelaskan, Sulbar dianggap kurang ideal karena risiko kebencanaannya yang masih tinggi. Sulbar masih berada dalam deretan 'Ring of Fire' yang kaya akan gempa. Sebaliknya, Pulau Kalimantan dianggap bersih dari sejarah gempa tektonik. Selain itu, ketiga provinsi di Kalimantan yang dicalonkan sebagai lokasi ibu kota baru juga dianggap memiliki infrastruktur dasar yang memadai. "Kalau lokasi, Sulbar kan di Mamuju tengah betul. Namun masih ring of fire dan mungkin tidak ada kebutuhan 300 ribu hektare. Kalimantan bersih dari sejarah gempa," kata Basuki. (EN/Humas KSP/ES/rep)
Sumber: