MK Restui ASN Koruptor Dipecat
JAKARTA — Mahkamah Konstitusi tetap memberikan lampu hijau kepada pemerintah untuk memberhentikan secara tidak hormat Aparatur Sipil Negara (ASN) koruptor dengan menggunakan instrumen UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN. Dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN mengatur, pegawai negeri sipil (PNS) diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum. "Jika PNS diberhentikan karena tindak pidana jabatan hal demikian wajar karena seorang PNS menyalahgunakan dan mengkhianati jabatan yang dipercayakan kepadanya," kata Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna saat membacakan pertimbangan Putusan MK No. 87/PUU-XVI/2018 di Jakarta, Kamis (25/4). Pasal 87 ayat (4) huruf b digugat oleh seorang PNS Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, bernama Hendrik yang pernah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada 2012. Alih-alih dipecat, selepas bebas dari penjara dia kembali bertugas sebagai PNS di instansi asal. Namun, Hendrik terguncang dengan terbitnya surat keputusan bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi dan Birokrasi (Men-PANRB), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara yang mengatur penegakan hukum untuk PNS yang melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau terkait jabatan. Beleid yang diterbitkan pada 13 September 2018 itu mencantumkan perintah kepada pejabat pembina kepegawaian untuk memberhentikan para PNS koruptor paling lambat pada Desember 2018. Payung hukumnya adalah Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN. Menyusul SKB tersebut, Men-PANRB menerbitkan Surat Edaran No. 20/2018 tentang Pelaksanaan Pemberhentian Aparatur Sipil Negara yang Terbukti Melakukan Tindak Pidana Korupsi. Pemohon uji materi UU ASN berdalih Pasal 87 ayat (4) huruf b bertentangan dengan jaminan perlindungan hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dalam UUD 1945. Berbeda dengan keinginan pemohon, MK justru menilai permasalahan konstitusional terdapat dalam frasa 'dan atau pidana umum' dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b. Pasalnya, frasa tersebut kontradiktif dengan Pasal 87 ayat (2) yang mencantumkan PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara minimal 2 tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana. Hakim Palguna mengatakan eksistensi frasa 'dan atau pidana umum' Pasal 87 ayat (4) huruf b memungkinkan atasan PNS untuk memberhentikan bawahannya atau tidak seperti yang diakomodasi dalam Pasal 87 ayat (2). Guna menghindari ketidakpastian hukum, MK menghapus frasa 'dan atau pidana umum' dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b UU ASN. “Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan. Dengan putusan tersebut, MK menjamin pemberlakuan SKB dan SE Menpan-RB pada 2018 untuk memberhentikan secara tidak hormat PNS yang melakukan tindak pidana korupsi.(bis)
Sumber: