Perizinan Rumit Investor Asing Kabur
BOGOR-Investasi di Indonesia masih rendah. Hal itu karena banyaknya aturan yang diberlakukan sehingga investor terbebani perizinan. Padahal antusiasme investor luar negeri begitu tinggi. Namun karena rumitnya prosedur perizinan, akhirnya mereka batal menanamkan investasinya di Indonesia. Keluhan investor luar negeri telah diketahui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam beberapa kesempatan setiap tugas kenegaraan, Jokowi mengaku selalu mendapat laporan tentang rumitnya regulasi di Indonesia. "Setiap kali saya bertemu dengan kepala negara, bertemu dengan investor-investor yang berada di luar negeri, termasuk kemarin saat ke Saudi Arabia, terakhir. Mereka menyampaikan hal yang sama, keinginan besar untuk investasi di Indonesia," kata Jokowi di Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/4). Mantan gubernur DKI Jakarta itu menuturkan, bahwa investor luar negeri sangat bersemangat sekali berinvestasi di Indonesia. Namun begitu sudah masuk mereka pun memilih hengkang. "Tapi begitu masuk, kita tahu semuanya betapa masih ruwetnya mengurus perizinan di negara kita," ucap Jokowi. Diakui Jokowi, di dalam negeri memang banyak aturan yang masih rumit. Berbeda dengan negara lain yang simpel dan tidak memberatkan investor. "Di negara kita ada sekitar 43 ribu aturan yang diberlakukan. Terlalu banyak peraturan-peraturan, terlalu banyak izin-izin yang harus dipenuhi. Sehingga mereka sudah masuk tapi kemudian balik badan nggak jadi," ungkap Jokowi. Informasi rumitnya perizinan di Indonesia, dikatakan Jokowi, bukan hanya satu atau dua investor asing yang menyampaikannya, tapi banyak. "Nggak 1, 2, 3, 4, 5, banyak seperti itu yang saya dengar keluar langsung dari mereka," ucap Jokowi. Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution baru-baru ini pun mengatakan, rumitnya prosedur perizinan menyebabkan kinerja investasi Indonesia loyo. Darmin mengungkapkan, salah satu penyebab kinerja investasi di dalam negeri lemah karena belum maksimalnya pemanfaatan online single submission (OSS) atau sistem perizinan yang teritegrasi secara elektronik. "Saya mau ulas lebih dalam dan harap dukungan bupati, walikota, gubernur, yaitu perizinan berusaha. Kita membenahi dua blok besar perizinan, yang satu pakai IT namanya OSS. Tapi satu lagi belum dituangkan dalam bentuk IT yaitu ease of doing bisnis (EoDB)," kata Darmin. Untuk itu, Darmin meminta para pejabat di daerah segera mengintegrasi sistem OSS. Dia juga mengingatkan, untuk tidak membuat sistem perizinan baru. Sebab malah bertabrakan dengan sistem yang sudah ada, yakni OSS. "Mohon bapak gubernur, bupati walikota, kalau mau bikin IT, bikinlah untuk EoDB jangan OSS. Malah tabrakan kerjaannya. Dobel-dobel kerjaannya oleh pusat dan pemda," ucap Darmin. Sementara ekonom Center of Reform on Economics (Core), Mochammad Faisal menilai, regulasi dan prosedur yang rumit bukan satu-satunya penghambat kinerja investasi di dalam negeri. "Hambatan lainnya adalah ketidakkonsistenan kebijakan, dan tidak sinerginya kebijakan pemerintah pusat dan daerah," ujar Faisal kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Selasa (23/4). Faisal juga menilai, investasi di daerah tidak menggeliat karena terkendala keterbatasn infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). "Untuk investasi di luar Jawa juga ada kendala, yaitu keterbatasan infrastruktur dan SDM," kata Faisal. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan kinerja investasi terutama Foreign Direct Investment (FDI) memburuk. Realisasi investasi menurun dari tahun 2017. "Padahal pemerintah sudah menerbitkan belasan paket kebijakan ekonomi (PKE). Namun pelaksanaannya belum optimal karena dukungan dari pemerintah daerah kurang baik," kata Huda kepada FIN. Hal itu, kata Huda, sempat dipermasalahkan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan, sampai saat ini belum ada solusi terhadap permasalahan tersebut. "Adanya sistem OSS juga belum mampu meningkatkan investasi karena memang masalah koordinasi dengan pemerintah daerah ataupun stakeholders lintas sektoral. Akibatnya akselerasi pertumbuhan ekonomi belum optimal," pungkas Huda.(din/fin)
Sumber: