Pemerintah Tak Bisa Intervensi, Terkait Santunan Korban Peswat Lion Air JT610

Pemerintah Tak Bisa Intervensi, Terkait Santunan Korban Peswat Lion Air JT610

PALANGKA RAYA – Pemerintah tampaknya tidak dapat mengintervensi persoalan alotnya penyerahan santunan korban kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pada dasarnya maskapai Lion Air sudah menyelesaikan tugasnya untuk membayar santunan kepada keluarga korban. Bahkan, menurut Budi pihak asuransi yang bekerja sama dengan Lion Air sudah ingin memberikan ganti ruginya namun memang terdapat kendala. “Cuma (sakarang) ada persengketaan diantara mereka (keluarga korban dan Lion Air) berkaitan hal-hal yang harus ditandatangani,” kata Budi saat ditemui di Bandara Tjilik Riwut, Palangka Raya, kalimantan Tengah. Dengan adanya hal tersebut, Budi menegasakan permasalahan tersebut sudah bukan lagi ranah dari pemerintah. Menurutnya persoalan tersebut merupakan hal antara penumpang atau keluarga korban dengan Lion Air dan pihak asuransi. Meskipun begitu, Budi memastikan Kemenhub memfasilitasi dari setiap pihak yang masing-masing memiliki dasar hukum untuk dapat ditunjukkan. “Tapi kalau masing-masing merasa tidak puas silakan mereka selesaikan baik secara di dalam atau di luar pengadilan,” ujar Budi. Sementara itu, keluarga korban kecelakaan JT 610 Eka Suganda yakni Merdian Agustin mengharapkan seharusnya pemerintah dapat turun tangan menuntaskan permasalahan tersebut. Sebab sampai saat ini, pihaknya belum mendapatkan santunan dari Lion Air. “Pemerintah seharusnya tidak abai terhadap aturan yang sudah dibuat dan harus memberikan kepastian hukum kepada kami, rakyatnya,” kata Merdian di Jakarta, Senin (8/4). Merdian menuturkan setelah enam bulan sejak kecelakaan tragis yang menimpa saudaranya, sebagai ahli waris korban belum mendapatkan kepastian. Hal tersebut terkait pembayaran klaim dari pihak maskapai dan produsen bersangkutan. Untuk itu, Merdian mengaku bingung, frustasi, dan kecewa dengan situasi tersebut. “Anggota keluarga kami sudah jadi korban dengan cara yang mengerikan, tapi tanggung jawab maskapai dan produsennya tidak jelas sampai sekarang,” ungkap Merdian. Padahal, menurut Merdian dalam Pasal 3 huruf a Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara mengatur hal tersebut. Dalam pasal tersebut, penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat udara diberikan ganti rugi sebesar Rp 1,25 miliar. Sementara itu, pengamat penerbangan Arista Atmadjati meminta pemerintah membuat aturan khusus terkait santunan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat. Hal tersebut menurutnya diperlukan karena saat ini masih penyerahan santunan korban kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 belum juga selesai. “Rasanya perlu (mengubah regulasi) dan menjadi diatur dalam hal khusus. Kompensasi itu kalau dimasukkan dalam Undang-undang Nomir 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan terlalu global ya,” kata Arista kepada Republika.co.id, kemarin. Arista menyarankan, pemerintah dapat membuat Peraturan Menteri Perhubungan lebih khusus lagi menganai hal tersebut. Misalnya, kata dia, dalam aturan tersebut juga memasukkan ketentuan tenggat waktu maksimal santunan diberikan kepada keluarga korban. Berkaca pada kasus kecelakaan Lion Air JT-610, Arista mengatakan aturan baru yang lebih khusus tampaknya diperlukan. Dengan begitu dapat mengatasi persoalan yang terjadi hingga saat ini mengenai pemberian kompensasi kepada keluarga korban. "Iya. Jadi regulator juga harus kencang mendorong juga. Kalau sudah bertele-tele (maskapai terlalu lama memberikan santunan) maka pemerintah harus ikut campur,” ujar Arista.(rep)

Sumber: