Utang BGD Rp5,55 Miliar
SERANG – PT Banten Global Development (BGD) selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Banten masih memiliki utang kepada dua perusahaan konsultan senilai Rp5,55 miliar. Tunggakan itu terjadi saat proses akuisisi Bank Pundi untuk pembentukkan PT Bank Pembangunan Daerah Banten (Bank Banten) pada 2016 lalu. Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Seminar Peningkatan Kapasitas dan Revitalisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kecamatan Curug, Kota Serang, Rabu (13/3). Utang Rp5,55 miliar PT BGD itu harus dibayarkan kepada PT Trimegah Sucurities senilai Rp2,39 miliar yang telah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kemudian, utang BGD kepada Konsultan Hukum Ginting senilai Rp3,15 miliar. Namun di sisi lain PT BGD juga sedang mempersiapkan tuntutan penyelesaian investasi bermasalah. Pertama adalah tuntutan klaim kepada PT Recapital berkaitan dengan tuntutan klaim pesangon senilai Rp20 miliar. Kemudian tuntutan retribusi pajak Rp45 miliar dan tuntutan lainnya Rp 100 miliar. Selanjutnya tuntutan terkait perjanjian tambang emas dengan PT Graha Makmur Coalindo yang saat ini dalam proses hukum Polda Banten. Adapun nilai investasi yang belum kembali sebesar Rp5,8 miliar. Komisaris Utama PT BGD Ayip Muflich membenarkan jika BUMD Pemprov Banten itu masih memiliki utang kepada dua perusahaan. Dia juga tak menampik jika itu berkaitan dengan proses akuisisi Bank Pundi. “Kita juga masih punya utang akibat (direksi) yang lama. Yang dengan Trimegah, sisa yang dulu. Kurang lebih Rp5 miliar dua perusahaan tapi kita menyelesaikan dulu yang proses akuisisi ,” ujarnya kepada awak media di sela-sela seminar. Ia menegaskan permasalahan tersebut akan diselesaikannya. Pihaknya sudah melakukan sejumlah perbaikan baik secara eksternal maupun internal PT BGD. “Mulai 2018 ini sudah mulai kelihatan titik-titik terang. Waktu awal masuk di sini, saya melihat permasalahannya. Maka kebijakannya itu kita selesaikan dulu masalah. Baik perusahaannya yang colaps ya, kemudian masalah hukum, banyak, kita selesaikan satu per satu,” katanya. Menurut dia, dari sejumlah pembenahan tersebut, kini PT BGD sudah mulai merasakan hasilnya. Salah satunya mereka sudah bisa menghasilkan laba operasional, bukan lagi laba yang bersumber dari deposito. “Internalnya kita restrukturisasi, SDM-nya kita kurangi, sekarang kita bekerja cuma punya tiga staf. Kita baru mendapatkan keuntungan, kalau dibilang kecil sekali, belum bisa dikatakan berbangga tapi kita sudah melangkah. Kalau pun keuntungan ini masih baru untuk operasional,” ujarnya. Disinggung kapan PT BGD bisa berkontribusi terhadap pendapatan daerah, Ayip belum bisa memberi kepastian. “Masih jauhlah, belum tahu, jangan dulu berharap tapi kita sudah punya plan yang jelas. Siapa bagaimana, siapa melakukan apa. Saya awali dengan upaya bersama-sama, ini akan memberikan kontribusi. Kalau dituntut berapa tahun kita belum tahu,” katanya. Pembersihan juga diberlakukan kepada Bank Banten selaku anak perusahaan PT BGD. Hal tersebut dilakukan berkaca dari masih ditahannya pemberian penyertaan modal Bank Banten dari Pemprov Banten. “Ada aspek manajemen, aspek hukum. Bank Banten itu kebanggaan orang Banten, apapun kondisinya kita harus selamatkan, ini punya Banten,” ujarnya. Selanjutnya Ayip berharap agar Gubernur Banten Wahidin Halim segera memberi persetujuan digelarnya rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Sebab, saat ini posisi direktur utama mengalami kekosongan setelah Agus Ruswendi mengundurkan diri. “Beliau mengajukan pengunduran diri, itu kan hak karena kondisi beliau. Alasan utamanya kesehatan sehingga kita harus terima. Tapi untuk kedireksian tetap jalan,” katanya. Penjabat (Pj) Sekda Banten, Ino S. Rawita mengatakan kondisi PT BGD saat ini akan menjadi pertimbangan pemprov apakah akan terus mempertahankan BUMD itu atau tidak. Terlebih perkembangan PT BGD dinilai cukup lambat. Sejak dibentuk, mereka belum juga bisa memberikan kontribusi kepada pendapatan daerah. “Itu ada data-data, itu harus dipertimbangkan betul plus minusnya. (Perkembangan PT BGD) mungkin lambat, sudah 11 pergantian (direksi),” ujarnya. Meski begitu, Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten itu tetap optimistis, PT BGD bisa bangkit. Hal itu mengacu dari perubahan yang dilakukan oleh jajaran direksi saat ini. “Melihat dari hasil karya dari komisaris dan direksi yang sudah membuat hasil. Sudah ada hasil sekarang, beda dengan yang lama,” katanya. Ino pun meminta kepada PT BGD untuk terus memperlihatkan kinerjanya. Sebab, pemprov akan tetap bergeming untuk tak memberikan penyertaan modal selama mereka belum bisa menunjukkan perubahan yang berarti. “Selama ini belum dipercaya sama Pak Gubernur dan Wakil Gubernur, ini masih belum bisa memberikan bantuan pendanaan,” ujarnya. (tb/tnt)
Sumber: