Jumlah Pecandu Narkoba Mengkhawatirkan
SERANG – Jumlah pecandu narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) di Provinsi Banten cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) pada 2017 lalu, tercatat persentase pecandu di Banten sebesar 1,83 persen atau 170.044 orang dari 12 juta penduduk Banten. Kepala BNN Provinsi (BNNP) Banten, Brigjen Pol Tantan Sulistiyana mengatakan masyarakat di Banten masih rentan menjadi pecandu maupun terlibat narkoba. Oleh karena itu, BNNP sudah melakukan upaya-upaya yakni pengurangan penyediaan (supply reduction) dan pengurangan permintaan (demand reduction) narkoba. “Suplai reduksi (supply reduction) di sini bagaiman upaya BNN menghilangkan atau memutus jaringan pasokan dengan melakukan tindakan pemberantasan, penyidikan, termasuk tindakan tegas dan terukur serta pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil kejahatan narkoba, termasuk juga ancaman tegas untuk para pelaku,” kata Tantan saat ditemui Banten Ekspres di ruang kerjanya di Kantor BNNP Banten, Cipocok Jaya, Kota Serang, Senin (4/3). Upaya yang kedua, dijelaskan Tantan adalah mengurangi permintaan (demand reduction). Ia mengungkapkan setidaknya terdapat dua kelompok, yakni pertama, pengguna atau pecandu dan kedua, kelompok sebagai pasar terbuka. “Masyarakat yang rawan atau rentan baik menjadi pengguna maupun yang terlibat narkoba masih cukup besar. Maka dari itu, pada tahun ini kita lakukan kegiatan pencegahan ke masyarakat dengan upaya yang paling penting bagaimana masyarakat secara mandiri dapat melakukan pencegahan,” ujarnya. Perwira dengan satu bintang di pundaknya itu mengungkapkan pihaknya pada 2019 akan melakukan pemetaan (mapping) dan menetapkan daerah-daerah rawan peredaran narkoba menjadi klaster-klaster. “Di masyarakat ada wilayah yang rentan jadi tempat penyalahgunaan dan peredaran narkoba, kaya tempat hiburan, kos-kosan, apartemen, rumah mewah yang memungkinkan jadi tempat narkoba. Nah titik-titik ini yang kita garap jadi klaster garapan dengan harapan tempat-tempat itu bersih dari narkoba, kaya di kelurahan atau desa ada yang namanya desa bersinar (bersih narkoba),” katanya. Lebih lanjut, kata Tantan, pihaknya juga akan mengajak komunitas-komunitas yang ada di masyarakat untuk memerangi narkoba dan bisa melakukan pencegahan mandiri. Pihaknya juga akan mengaktifkan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) bagi para pecandu. “Di Banten ini kita punya klinik pratama yang khusus untuk para pecandu pertama di BNNP, di BNNK Cilegon, BNNK Tangerang dan BNNK Tangsel. Dengan adanya klinik ini, masyarakat yang jadi pecandu baik dewasa maupun anak dapat melapor baik sendiri maupun melalui orang tua dengan harapan bisa melakukan pengobatan ketergantungan narkoba. Dan yang terpenting jika melapor maka tidak akan dipidana, kita akan buatkan kegiatan berupa asesmen mengenai yang bersangkutan,” katanya. “Tapi kalau tingkat ketergantungnnya tinggi dan harus dirawat inap maka kita akan buat surat rekomendasi agar yang bersangkutan dapat dirawat di pusat rehabilitasi milik BNN pusat di Lido dan Kalianda,” ujarnya. Mengenai pengungkapan kasus selama 2018, kata Tantan, berdasarkan data pada tahun tersebut, jumlah kasus yang diungkap sebanyak 16 kasus dengan jumlah berkas sebanyak 27. “Kalau dibandingkan dengan 2017, jumlah tersebut mengalami penurunan. Tapi jika dilihat dari barang bukti justru lebih banyak, setidaknya pada 2018 jumlah barang bukti yang disita itu 7,2 kilogram sabu, 335,6 kilogram ganja, dan 65.004 butir ekstasi,” ujarnya. Sementara untuk pengungkapan kasus dari data kolektif BNNP, Polda Banten, dan Polres se Banten terdapat 900 kasus. Berdasarkan ranking, kasus paling banyak terjadi di Kota Tangerang, Kota Tangsel, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. “Jadi 2019 kita maping juga khususnya di daerah perkotaan, karena di sana banyak apartemen, rumah mewah, kos-kosan, tempat hiburan, intinya di sana itu semuanya ada. Dana kalau kita lihat tempat pengguna mulai bergeser yang tadinya di tempat hiburan atau karaoke, kini ke tempat yang lebih privasi kaya rumah mewah dan apartemen yang memang aksesnya sangat terbatas,” paparnya. Sementara itu, Ketua Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Kabupaten Serang, Pandji Tirtayasa mengatakan bahwa mayoritas kasus penyalanggunaan narkoba di Kabupaten Serang diakibatkan oleh terjebak. “Modus yang dilakukan itu kebanyakan karena terjebak juga sih, karena kebanyakan di sini pengguna, bukan pengedar, jadi sulit,” katanya saat diwawancara di Pendopo Bupati Serang, Senin (4/3). Oleh karena itu, Pandji mengajak kepada masyarakat untuk terus menggaungkan program pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba (P4GN) sehingga dapat membangun kesadaran agar hidup sehat dan bebas narkoba. “Kita dorong dari berbagai pihak kalangan untuk melindungi keluarga dan orang sekitar (dari narkoba),” ungkapnya. Selain itu, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi ke pedesaan-pedesaan terkait dengan pencegahan narkoba, yang nantinya juga bekerjasama dengan pihak Pemprov Banten. “Karena penindakan bukan domain kita, jadi kerjasama dengan provinsi itu kita akan melakukan lomba cerdas cermat tentang narkotika, gerak jalan sepeda santai, hal ini agar masyarakat disadarkan tentang bahaya narkotika,” ujarnya. (tb-mg-03/tnt)
Sumber: