Riau Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan
RIAU-- Kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau, semakin meresahkan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menetapkan status siaga darurat penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 2019. Hal itu dipastikan setelah dilakukan rapat koordinasi antara pemerintah dan instansi lainnya yang terlibat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Raffles B. Panjaitan mengungkapkan, status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan dimulai, 19 Februari sampai 31 Oktober 2019. Penetapan status siaga darurat ini ditetapkan setelah melihat kondisi meningkatnya intensitas karhutla di beberapa wilayah di Riau, seperti Dumai, Rokan Hilir dan Bengkalis. Dia berharap, bahwa penetapan status siaga darurat merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan koordinasi, sinkronisasi dan integrasi para pihak serta merespon cepat upaya penanganan karhutla secara dini. ”Beberapa kejadian karhutla yang meningkat di wilayah Provinsi Riau dipicu oleh kondisi cuaca kering menjadi parameter penting dalam penetapan status siaga darurat ini,” ungkap Raffles. Dengan begitu, lanjut Raffles, pemerintah pusat telah menyusun beberapa kebijakan terkait pengendalian karhutla, salah satunya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor: P.9/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2018 tentang Kriteria Teknis Status Kesiagaan dan Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan. Sementara itu, pantauan posko pengendalian karhutla, sejak 1 Januari-19 Februari 2019 berdasarkan satelit NOAA terdapat titik panas sebanyak 30 titik. Sedangkan, berdasarkan satelit TERRA AQUA (NASA), periode 1 Januari-19 Februari 2019 terdapat titik panas sebanyak 146 titik. ”Permen itu dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam menetapkan status kesiagaan dan darurat dalam pengendalian karhutla,” tuturnya. Sebelumnya, Gubernur Riau, Wan Thamrin Hasyim penetapan status siaga darurat karhutla yang berlaku di Provinsi Riau selama delapan bulan diambil keputusan didasari sejumlah pertimbangan, salah satunya untuk menjaga agar pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, khususnya Pemilu Presiden (Pilpres) agar tidak terganggu oleh asap Karhutla. Keputusan itu, kata Wan Thamrin Hasyim, setelah mempertimbangkan masukan dari BMKG bahwa Riau akan mengalami kemarau sekitar 5-6 bulan. Kini karhutla sudah terjadi di daerah pesisir yang luas kebakaran lebih dari 841 hektare (ha). Penetapan status tersebut dinilainya akan meringankan upaya pencegahan dari pemerintah daerah, karena akan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). ”Secara simultan kita bersatu, pemerintah pusat juga campur tangan. Kalau sendiri kita kewalahan,” katanya. Kepala BPBD Riau, Edwar Sanger mengatakan, penetapan status siaga darurat Karhutla selama delapan bulan juga mempertimbangkan kondisi tahun politik pada tahun ini. Karena biasanya, status siaga darurat diberlakukan selama tiga bulan dan diperpanjang apabila dibutuhkan. ”Memang harus penetapan sampai Oktober karena nanti ada Pilpres, ada Pileg (Pemilihan Legislatif) tahun politik ini,” ujar dia. Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru, Marzuki menjelaskan, pemerintah daerah memang harus mewaspadai potensi Karhutla di Riau. Kondisi cuaca pada kemarau memang relatif normal karena pengaruh El Nino tahun ini lemah. Namun, di daerah pesisir Riau relatif lebih kering dan curah hujan sedikit. Pada Februari hingga Juli, lanjutnya, curah hujan diprakirkan akan semakin berkurang, hanya bersifat lokal dengan intensitas hujan ringan ke sedang. ”Berdasarkan prakiraan kita, pada Juni kita masuk musim kemarau dan berlangsung sampai Oktober,” kata Marzuki. Berdasarkan data BPBD Riau, sejak awal Januari hingga pertengahan Februari ini luas kebakaran hutan dan lahan di Riau mencapai 841,71 ha. Lahan yang terbakar paling luas terjadi di Kabupaten Bengkalis, yaitu 625 hektare ha. Kemudian di Kabupaten Rokan Hilir seluas 117 ha, Dumai 43,5 ha, Meranti 20,2 ha, Pekanbaru 16 ha, serta Kampar 14 ha. Citra Satelit Terra-Aqua juga menunjukan jumlah titik panas di kawasan gambut Provinsi Riau pada periode 11-17 Februari meningkat menjadi 231 titik, yang dari 48 titik di periode 4-10 Februari. Titik panas terkonsentrasi di daerah pesisir Riau seperti di Kabupaten Bengkalis, Dumai, Kepulauan Meranti dan Pelalawan. (aan/ant)
Sumber: