Khofifah Resmi Jadi Gubernur Jawa Timur

Khofifah Resmi Jadi Gubernur Jawa Timur

Jakarta,-- Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim) periode 2019-2024. Selain Khofifah dan Emil, Jokowi juga melantik Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar sebagai Gubernur Jambi, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/2). Pelantikan Khofifah-Emil serta Fachrori tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 2/P Tahun 2019 dan Keputusan Presiden Nomor 16/P Tahun 2019. Selepas pembacaan sumpah, Khofifah, Emil, dan Fachrori menandatangani berita acara pelantikan dan pengambilan sumpah. Turut hadir dalam pelantikan ini para Menteri Kabinet Kerja, antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Selain itu Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Kemudian Ketua MPR Zulkifli Hasan, Mahkamah Agung Hatta Ali, Jaksa Agung M.Prasetyo, Wakapolri Komisaris Jenderal Ari Dono, Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Selain itu Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, Ketua OJK Wimboh Santoso. Tampak hadir juga Ketua Umum PPP Romahurmuzy, Ketua Umum NasDem Surya Paloh, serta mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, Bila tidak ada perubahan, sepekan kemudian atau 20 Februari mendatang, giliran Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Riau Syamsuar-Edy Nasution yang dilantik. Disusul Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Maluku Murad Ismail Barnabas Orno yang dilantik pada Maret nanti. Terakhir, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Lampung Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim. "Ya memang begitu jadwalnya. Selain Lampung setelah pilpres, ada (pelantikan Gubernur, red). Maluku itu yang jadwalnya diperkirakan Juni, lanjut Tjahjo. Kondisi tersebut, tidak mungkin jadwal dimajukan mengikuti Gubernur lain karena sama saja dengan memotong masa jabatan. Dan sebagaimana pelantikan Gubernur-Gubernur sebelumnya, tetap ada tradisi mengunjungi KPK setelah pelantikan. Terpisah pengamat Politik dan Hukum Yusdianto Alam mengatakan, Pilkada serempak harapannya terus dievaluasi. Bagaimana menyederhanakan proses demokrasinya, hingga upaya mengurangi adanya politik uang di daerah. "Lampung, Jawa Timur dan mungkin provinsi lainnya, merebak money politik. Ini yang seharusnya aparat dan pemerintah cegah bersama instrumen terkait. Baik KPU, Bawaslu. Sementara wakil rakyat di parlemen baik DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota harus juga harus mendorong langkah-langkah ini. Jangan hanya kritis, ketika sudah terjadi, paparnya. Dosen Ilmu Hukum dan Tata Negar, Fakultas Hukum, Universitas Lampung mencontohkan adanya Pansus Politik Uang yang digagas DPRD Lampung pascapilgub. Hasilnya sampai hari ini nol besar. Tidak berpengaruh terhadap hasil pilkada, karena regulasinya tidak kuat, dengan berbagai alasan tertentu. "Misalnya temuannya tidak masif, pembuktiannya tidak mendasar. Padahal faktanya ada. Terlepas dari itu kami para akademisi berharap, regulasi atau UU Pilkada kembali evaluasi," timpalnya. Tidak bisa dipungkiri, lanjut Yusdiantao, prakmatisme memilih kandidat atau pemimpin di daerah, saat ini masih berdasarkan kekuatan politik uang. Kondisi ini jelas melahirkan pemimpin yang sebenarnya tidak layak untuk dikedepankan. "Sejak awal saya sudah keritisi pemerintah. Ini persoalan bukan sekarang Pilkada serempak. Bagaimana krangka berpikir politik masyarakat diberikan pemahaman. Dan aturan mainnya, harus tegas," timpalnya.(ful/fin)

Sumber: