Batubara Topang Ekspor Kaltim
BALIKPAPAN-Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur menunjukkan ekspor barang migas provinsi itu pada periode Januari-Desember 2018 mencapai USD 3,32 miliar atau turun 21,81 persen. Sementara itu, ekspor barang non-migas mencapai USD 15,03 miliar atau naik sebesar 13,63 persen. Di sisi lain, ekspor pada Desember 2018 lalu meningkat 2,83 persen. Peningkatan ekspor pada Desember 2018 didorong naiknya ekspor barang migas. Sebaliknya, barang non-migas mengalami penurunan. Ekspor barang migas Desember 2018 mencapai USD 0,34 miliar alias naik 33,17 persen dibanding November 2018. Barang non-migas Desember 2018 mencapai USD 1,24 miliar, turun 3,25 persen dibanding November 2018. Secara kumulatif, nilai ekspor Kaltim periode Januari-Desember 2018 mencapai USD 18,36 miliar atau naik 5,01 persen dibanding periode yang sama di 2017. Adapun negara tujuan utama ekspor migas Bumi Etam pada Desember 2018 adalah Tiongkok, Jepang dan Thailand. Nilainya masing-masing mencapai USD 183,30 juta, USD 102,35 juta dan USD 32,55 juta. Persentase kenaikan terbesar ekspor migas Desember 2018 dibandingkan dengan November 2018 terjadi ke Singapura sebesar 110,145 persen. Sementara itu, persentase penurunan terbesar terjadi ke Jepang sebesar 21,04 persen, yaitu dari USD 129,62 juta menjadi sebesar USD 102,35 juta. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan, ekspor migas turun karena harga minyak dunia jelang akhir tahun lalu anjlok. “Kondisi minyak dunia yang awalnya terus menguat, tiba-tiba memasuki akhir tahun merosot. Bahkan di angka terendah. Hal itu membuat ekspor migas dan impor kurang bergeliat,” tutur Slamet, Rabu (6/2). Untungnya, sambung dia, batu bara khususnya masih stabil. Tidak heran dari sektor non-migas masih menunjukkan tren bagus. Menurut Slamet, yang perlu diperhatikan adalah kebijakan menekan impor ternyata belum terbukti. Angka impor masih tumbuh cukup tinggi. Sementara itu, ekspor meski tumbuh namun tidak setinggi impor. “Padahal tahun lalu momentum ekspor itu ada. Didorong dengan penguatan dolar Amerika Serikat kepada rupiah. Barang yang dijual tentu nilainya bertambah. Namun, ternyata belum mampu dimanfaatkan dengan baik. Kemudian, adanya direct call belum disentuh para eksportir,” terang Slamet. (jpc)
Sumber: