Politik Uang dan Demo, Kerawanan yang Paling Diwaspadai
SERANG- Provinsi Banten menduduki urutan 11 kategori tingkat kerawanan sedang dalam indeks kerawanan pemilu (IKP) 2019. Berikut urutan IKP 2019, Papua Barat, Papua, Maluku Utara, Aceh, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Maluku, Lampung, Sumatera Barat, Jambi, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. "Nah , Provinsi Banten berada di tingkat kerawanan sedang dengan skor 47,88,” kata Komisioner Bawaslu Banten Divisi Pencegahan, Nuryati Solapari saat dihubungi melalui telepon, Rabu (6/2). Dijelaskan Nuryati, saat ini Bawaslu Banten terus berupaya menurunkan tingkat kerawanan. Salah satunya menurunkan kualitas dari dimensi yang memiliki faktor yang tinggi. Yakni dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil serta konteks sosial politik. “Dua dimensi itu merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, penyelanggara dapat mendahulukan penurunan dari dua dimensi tersebut,” jelasnya. Mantan buruh migran tersebut mengungkapkan, untuk tingkat kerawan di kabupaten/kota di Banten, Kabupaten Lebak masih menduduki peringkat pertama, disusul Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Serang dan Cilegon. Sedangkan untuk wilayah Tangerang menduduki tingkat kerawanan rendah. “Yang paling rawan itu Lebak, karena ada potensi pengerahan massa, money politics (politik uang). Kalau daerah yang lain mungkin soal money politics,” ujarnya. Sementara, Komisioner KPU Banten Agus Sutisna mengaku sudah mengantisipasi potensi adanya mobilisasi massa pada 17 April mendatang. Ia mengungkapkan KPU sudah mengeluarkan regulasi. "Kita ada regulasi yang sistemik supaya jangan sampai ada pengerahan massa. Mekanismenya, oang yang akan memilih di luar TPS di tempat tinggalnya, harus terlebih dahulu melapor ke TPS tujuan untuk selanjutnya dicatat oeh petugas kemudian dikoordinasikan kembali dengan TPS asal. Baru orang tersebut diberi form A5," kata Agus, kemarin. Sementara itu, Ketua Koordiantor Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga (PHL) Bawaslu Kota Serang, Rudi Hartono mengatakan bahwa, hasil IKP terkait kerawanan yang terjadi di Kota Serang itu banyak kategorinya. Diantaranya, ada beberapa kategori seperti netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), politik uang dan lainnya. “Jadi evaluasi dari pilkada kemarin, kemungkinan di TPS pelosok itu dianggap rawan sekarang, maka pengawasannya akan dicoba peningkatkan," kata Rudi saat dihubungi Banten Ekpres, Rabu (6/2). Selain itu, lanjut Rudi, netralitas ASN akan menjadi pengawasan Bawaslu terus menerus. "Kalau zona merah belum ada, tapi hasil identifikasi kita baru itu tadi," jelasnya. Biasanya, menurut Rudi, masyarakat yang ekonominya rendah kemungkinan daerah tersebut akan rentan politik uang. Maka, pihaknya sudah memetakan daerah-daerah yang menurutnya yang rawan terhadap bagi-bagi uang. "Taktakan, Kasemen dan Walantaka. Sebetulnya semua kecamatan ada, tapi tiga kecamatan itu yang agak tinggi pelanggarannya," ungkapnya. Sedangkan saat ini yang dilakukan oleh Bawaslu Kota Serang untuk meredam terjadi kerawanan tersebut. Kata Rudi, saat ini pihaknya sedang melakukan intensifkan pengawasannya. Karena sebentar lagi akan memiliki pengawas TPS. "Jadi kita ada penambahan personel di pengawasan, selain itu kita melakukan pengawasan partisipatif kepada masyarakat agar memberikan pemahaman kepada masyarakat, memberikan kesadaran bahwa pengawasan itu yah harus tugas semua,” katanya. Menurut Rudi, biasanya yang lebih banyak tahu tentang pelanggaran itu masyarakat, karena pihaknya melakukan pengawasan terbatas oleh waktu. “Kita tidak mungkin stand by 24 jam di situ, jadi kita minta kepada masyarakat ketika melihat ada indikasi pelanggaran segera melaporkan. "Jangan sungkan-sungkan masyarakat untuk melapor," ujarnya. Sementara itu, Divisi Teknis KPU Kota Serang Fierly Murdlyat Mamrurri mengatakan bahwa, yang menjadi potensi pelanggaran di antaranya Daftar Pemilih Tetap (DPT), kampanye dan Tungsura pada tanggal 17 April nanti. “Satu misalkan kerawanan itu soal ada lima jenis surat suara, kesulitan teknisnya itu masyarakat perlu memahami, KPPS juga harus memahami karena tidak semua mendapat lima jenis surat suara. Kemudian potensi soal kesulitan mengisi formulir di KPPS kita, itu potensi permasalahan. Rekapitulasi baik ditingkat KPPS, PPK dan KPU Kabupaten/Kota kalau sampai ini baru itu,” kata Fierly saat ditemui di kantornya. Selain itu, lanjut Fierly, soal klasifikasi jumlah pemilih. Karena di KPU ini kerumitan soal pemilih berdampak betul pada hari H. “Misal, soal gimana kalau pemilih kita tidak membawa KTP elektronik ke TPS, dia punya KTP elektronik tapi tidak terdaptar di DPT, nyoblosnya jam 12-13, itu kan kadang-kadang ada yang ingin nyoblos jam 10 dan lainnya. Terus yang lebih khusus soal integritas KPPS, kami akan merekrut anggota KPPS pada tanggal 28 Februari 2019, sudah dirapatkan dengan KPU Provinsi Banten,” katanya Jadi perspektif rawan di KPU Kota Serang itu, kata Fierly, harus diklasifikasi per tahapan. “Ini klasifikasi masalahnya, dan lainnya. Kalau perspektif kerawanan urusannya polisi. Rawan dalam perspektif pelanggaran hokum itu Bawaslu produknya itu IKP,” katanya. Sedangkan untuk antisipasi kerawanan tungsura, masih kata Fierly, antisipasi paling efektifnya itu membangun persepsi yang sama dengan pemangku kepentingan dalam hal ini yang paling penting adalah peserta pemilu. “Parpol, Capres DPD, DPR RI, DPRD sehingga di lapangan itu kita satu persepsi. Aturan pemilih gimana, aturan kotak suara gimana, aturan soal sanksi gimana, dan lain sebagainya. Dalam waktu dekat akan mengumpulkan parpol,” jelasnya. (mg-04/mg-03/and)
Sumber: