Jika Tidak Berhentikan PNS Koruptor, Kepala Daerah Bakal Disanksi

Jika Tidak Berhentikan PNS Koruptor, Kepala Daerah Bakal Disanksi

SIDOARJO -- Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengungkapkan kepala daerah yang tidak memberhentikan pegawai negeri sipil (PNS) koruptor bakal disanksi. Sebab, sejumlah lembaga pemerintah sudah mengeluarkan keputusan bersama agar PNS yang terjerat kasus tipikor segera dipecat. "Sanksinya mungkin bisa teguran, skors, dan impachment atau diberhentikan. Itu kewenangan Mendagri untuk memberikan sanksi disiplin sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mungkin bisa dengan UU Otonomi Derah, atau dengan UU Administrasi Pemerintahan," kata Bima di Kantor Regional II BKN Surabaya, Jalan Letjen S. Parman nomor 6, Waru, Sidoarjo, Kamis (31/1). Sanksi pemecatan ini dapat diwujudkan jika sejumlah lembaga pemerintah mengeluarkan surat edaran kepada kepala daerah. Bima menyatakan surat edaran ini disebar kepada PPK baik di pusat maupun di daerah. Surat edaran tersebut bisa dikeluarkan bersama antara Mendagri Men PAN RB dan BKN, atau bisa saja dikeluarkan Mendagri saja. "Jadi bisa saja nanti hanya Mendagri saja yang akan memerintahkan PPK dalam hal ini kepala daerah, sesegara mungkin menindaklanjuti dengan memecat PNS Tipikor," ujar Bima. Bima menerangkan BKN tidak lagi memberikan batas waktu pemecatan PNS koruptor. Sebab, batas waktu ini sudah diputuskan dalam surat keputusan bersama yang dibuat tahun lalu oleh BPKN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yakni 31 Desember 2018. Surat itu dikeluarkan agar Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) baik di pusat maupun di daerah, cepat mengambil tindakan, yakni memecat PNS yang terjerat kasus Tipikor. "Waktu itu (September 2018) kesepakatannya 31 Desember 2018 harus selesai,” kata dia. Artinya, surat edaran yang nantinya dikeluarkan hanya merupakan imbauan agar pemecatan PNS yang terjerat kasus Tipikor dilakukan secepat mungkin dengan ancaman sanksi jika tidak kunjung dilakukan. Jika surat edaran yang dikeluarkan tersebut tidak kunjung ditindaklanjuti, lanjut Bima, maka PPK atau Kepala Daerah, bisa mendapat sanksi. Terkait sanksi yang diberikan, Bima belum bisa memastikannya. Ia menambahkan, sanksi kepada kepala daerah seharusnya menjadi kewenangan Kemendagri. Hingga akhir Januari 2019, data ASN yang terlibat tipikor dan telah berkekuatan hukum tetap (BHT) sebanyak 2.357 ASN Tipikor BHT. Dari jumlah tersebut baru 20,28% sudah dijatuhkan sanksi PTDH. Rinciannya, 49 ASN pada tingkat pusat atau kementrian, sementara 429 ASN lainnya di daerah. BKN, lanjut dia, memberikan apresiasi PPK yang telah memberhentikan 673 ASN Tipikor BHT di luar data 2.357, dengan rincian 75ASN pusat dan 598 ASN daerah. Disinggung SKB yang ditetapkan, Ridwan menjelaskan bahwa isi SKB itu berkaitan dengan aturan penegakan hukum terhadap ASN yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Tidak hanya itu, BKN itu sudah melakukan upaya proaktif dengan memblokir data kepegawaian di database kami secara nasional untuk 2.357 itu. Meski sudah diblokir, sistem penggajian dan penugasan PNS koruptor tersebut masih aktif. Ridwan menerangkan, cepat atau lambatnya proses pemecatan ASN koruptor tergantung pada PPK. Beberapa kendala yang dihadapi, misalnya, adanya keengganan dari PPK untuk melakukan pemecatan karena kasus korupsi yang menjerat ASN tersebut terjadi di luar kepemimpinan mereka. Kendala kedua, adanya putusan yang sudah inkracht tetapi tidak diterima oleh PPK terkait. Kendala terakhir, alasan kemanusiaan atau merasa kasihan terhadap PNS tersebut. Meski pemecatan berada di luar wewenang BKN dan adanya kendala tersebut, Ridwan mengatakan, BKN akan terus mendorong PPK melakukan pemecatan PNS koruptor. Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, pemecatan ASN yang terbukti korupsi memang berjalan seperti siput, lambat dan terkesan tidak tegas. Padahal, pemberhentian ASN koruptor sudah menjadi komitmen pemerintah. Dari data KPK, dari 2.357 PNS yang telah divonis korupsi melalui putusan berkekuatan hukum tetap, baru 891 yang diberhentikan secara tidak hormat. "Dalam posisi ini, KPK telah menerima informasi dari BKN tentang masih lambatnya proses pemberhentian PNS yang telah terbukti korupsi. Penyebabnya, adanya keengganan, keraguan atau penyebab lain para PPK," terang Febri Diansyah.(rep/FIN)

Sumber: