Tanggap Darurat Bencana Sulsel Diperpanjang

Tanggap Darurat Bencana Sulsel Diperpanjang

JAKARTA - Mempermudah dan mempercepat penanganan bencana banjir, longsor, puting beliung, dan abrasi di wilayah Sulawesi Selatan, maka status tanggap darurat diperpanjang selama 14 hari (23/1-6/2). Sementara Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) segera mempercepat jalur transportasi, opsi awal memperbaiki sembilan jembatan yang mengalami kerusakan parah. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, status tanggap darurat dapat diperperpanjang sesuai dengan kondisi di lapangan. "Penetapan status darurat oleh Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah maka memudahkan akses evakuasi, pengerahan personil, agar penanganan dampak bencana secara cepat, tepat dan akurat," terangnya, Selasa (29/1). Sampai kemarin, lanjut, Sutopo, penanganan darurat masih terus dilakukan di Sulsel. Evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban, penanganan pengungsi, termasuk perbaikan sarana dan prasarana dilakukan. "Data yang kami terima tercatat 69 orang meninggal, tujuh orang hilang, 48 orang luka-luka, 9.429 orang mengungsi," imbuhnya. Kerusakan fisik meliputi 559 unit rumah rusak (33 unit hanyut, 459 rusak berat, 37 rusak sedang, 25 rusak ringan, 5 tertimbun), 22.156 unit rumah terendam, 15,8 km jalan terdampak, 13.808 Ha sawah terdampak. Selanjutnya 34 jembatan, dua pasar, 12 unit fasilitas peribadatan, 8 Fasilitas Pemerintah, dan 65 unit sekolah. "Sebagian besar banjir sudah surut di daerah. Sebagian pengungsi sudah pulang ke rumahnya, namun sebagian masih tinggal di pengungsian," ungkapnya. Masyarakat, lanjut dia masih memerlukan bantuan untuk membersihkan lumpur dan material dari banjir dari rumahnya. Selain tenaga relawan dan aparat untuk memebersihkan lumpur, juga memerlukan peralatan rumah tangga dan peralatan untuk membersihkan lumpur. Terpisah, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, disamping curah hujan ekstrim, banjir juga diakibatkan oleh kerusakan lingkungan di hulu Bendungan Bili-Bili karena terjadinya konversi lahan yang masif. Kawasan lindung dengan tegakan pohon penahan limpasan air telah dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya seperti sayur-sayuran. "Dua faktor penyebab banjir, yakni meluapnya Sungai Jenelata dan terjadinya pasang air laut yang menghambat aliran air sungai ke muara sungai," terangnya. Langkah ke depan yang harus dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan di tingkat Nasional dan Daerah adalah revitalisasi dan reboisasi daerah aliran sungai (DAS) di hulu Bendungan Bili-Bili serta perbaikan infrastruktur terdampak untuk pemulihan kegiatan sosial-ekonoli masyarakat pasca bencana banjir. Upaya ini akan berjalan dibawah koordinasi Gubernur Sulsel. Ditambahkan Basuki, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang akan melakukan percepatan pembangunan Bendungan Jenelata dengan kapasitas 200 juta m3 dan pengerukan Bendungan Bili-Bili yang kini kapasitasnya sudah banyak berkurang dari tampungan efektif 300 juta m3 menjadi sekitar 200 hingga 250 juta m3 karena laju sedimentasi yang sangat tinggi. Banjir juga berdampak pada kerusakan sejumlah ruas jalan diantaranya ruas Jalan Kemakmuran (Pangkep) sepanjang 500 meter (KM 54+200 - 54+750), Ruas Jalan Sudirman (Maros) sepanjang 400 meter (KM 28+800-29+200), Ruas Jalan Batas Kota Maros - Batas Kota Makassar sepanjang 300 meter (KM 24+300-25+600), termasuk Ruas Jalan Perintis Kemerdekaan (Makassar) sepanjang 1.160 Km (selengkapnya lihat grafis). Banjir juga menghancurkan Jembatan Bili-Bili 2 di hilir Bendungan. Jembatan ini berada di jalan provinsi yang menghubungkan Gowa ke Malino. Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XIII Makassar telah mengirim rangka jembatan bailey sebagai pengganti sementara. "Jembatan bailey Bili-Bili 2 akan dibangun dengan panjang 75 meter yang terdiri dari dua bentang baru sepanjang 50 meter serta 25 meter jembatan eksisting. Rangka jembatan bailey sudah tiba di lokasi dengan masa perakitan jembatan hingga fungsional selama dua minggu," paparnya. Sesuai instruksi Wakil Presiden, sambung Basuki, Kementerian PUPR melalui BBPJN XIII akan membantu pemerintah daerah setempat memperbaiki sembian jembatan yang putus maupun rusak akibat banjir. Bendungan Bili-Bili adalah bendungan terbesar di Sulawesi Selatan yang terletak di Kabupaten Gowa. Bendungan Bili-Bili dibangun mulai tahun 1991, digenangi akhir 1997 dan mulai dioperasikan penuh tahun 1999. "Bili-Bili yang menampung aliran dari tiga sungai, yakni Jeneberang, Bontojai dan Malino, memiliki tampungan efektif 300 juta m3 dan dibangun dengan biaya lebih dari Rp700 miliar," terangnya. Untuk diketahui Bendungan Bili-Bili dibangun untuk pengendalian banjir Sungai Jeneberang dari 2.200 m3/detik menjadi 1.200 m3/detik dengan periode ulang 50 tahunan. Selain menjadi sumber air baku sebesar 3.300 liter/detik untuk metropolitan Mamminasata, pelayanan 3 daerah irigasi dengan total luas 23.690 ha yang tersebar di tiga daerah irigasi, di Bili-Bili (2.360 ha), Kampili (10.545 ha) dan Bissua (10.785 ha), serta pembangkit listrik tenaga air dengan daya 20.1 MW dan pariwisata air. Seperti diketahui bencana banjir, longsor dan putting beliung terjadi di 201 desa di 78 kecamatan tersebar di 13 kabupaten/kota yaitu di Kabupaten Jeneponto, Maros, Gowa, Kota Makassar, Soppeng, Wajo, Barru, Pangkep, Sidrap , Bantaeng, Takalar, Selayar, dan Sinjai. (ful/fin)

Sumber: