Saatnya Jojo Juara, Ginting Sudah Coba Segala Cara
JAKARTA – ''Semifinal pertama di 2019! Saya excited sekali!'' Begitu Jonatan Christie berseru sehabis menjalani laga perempat final Indonesia Masters 2019 kemarin. Dia mengalahkan wakil India, Kridambi Srikanth, dua game langsung, 21-18, 21-19. Jojo-demikian dia akrab disapa-merasa sangat puas. Tak henti-henti dia menebar senyum. Bisa jadi Jojo sangat gembira karena kans menuju ke final cukup besar. Drawing menghindarkan dia bertemu Kento Momota atau Viktor Axelsen. Lawannya di empat besar hari ini ''hanya'' Anders Antonsen. Pemain yang belum pernah dia temui. Dari peringkat, Jojo unggul. Dia berada di peringkat 12. Sementara sang calon lawan yang asal Denmark itu di peringkat 20. Namun itu tidak jadi jaminan. Pertemuan perdana bisa jadi menyulitkan. ''Saya rasa saya unggul di suporter. Beberapa kali lawan nervous karena antusiasme penonton di Istora. Itu bisa jadi modal positif,'' kata Jojo. Antonsen, 22, hanya dua tahun lebih tua dari Jojo. Melihat capaian sepanjang 2018, Jojo sedikit lebih unggul. Dia sudah dua kali merebut gelar di kejuaraan tingkat Asia. Yakni Badminton Asia Team Championship dan Asian Games. Dia juga menembus final New Zealand Open (super 300). Antonsen, sementara itu, prestasi tertingginya adalah semifinal Denmark Open (super 750). ''Antonsen pemain bagus. Dia tipikal pemain Eropa yang mainnya cepat, angkat bola, smes. Mirip (Viktor) Axelsen. Tapi lebih cepat karena masih muda,'' ucap Jojo. Meski statistik menguntungkan Jojo, dia harus sangat hati-hati. Sebab, si bocah Antonsen ini telah memulangkan unggulan kelima Son Wan Ho (Korea) di babak pertama. ''Ini adalah semifinal kelima saya. Saya sangat happy dengan capaian ini,'' ucap Antonsen. ''Banyak hal yang harus diperbaiki dari saya, tapi saya akan melakukan yang terbaik besok (hari ini, Red),'' janjinya. Nasib berbeda dialami kompatriot Jojo, Anthony Sinisuka Ginting. Lagi-lagi, tunggal putra terbaik Indonesia itu tidak berdaya di hadapan Kento Momota. Berhadapan dengan musuh yang dikalahkannya di China Open September lalu, Ginting mati kutu. Dia kalah telak 21-9, 21-10. Harapan dia untuk mempertahan gelar di Indonesia Masters melayang. ''Saya sudah coba segala cara,'' kata Ginting sedih. Memang, dari segi skill, Ginting masih di bawah pemain terbaik dunia tersebut. Sembilan kali sudah dua pemain yang disebut Momogi (Momota-Ginting) itu bertemu. Ginting hanya menang tiga kali. Namun, kekalahan kemarin benar-benar menyakitkan. Ginting tak mampu memberikan perlawanan sama sekali. Sejak laga dimulai, Ginting telat panas. Dia keteteran mengimbangi kecepatan Momota. Pebulu tangkis Jepang tersebut sangat agresif dan hampir selalu dalam mode menyerang. Ginting dibuat juga jatuh bangun mengejar bola. Sialnya, upaya tersebut lebih sering gagal dibanding membuahkan poin. ''Momota memang nggak gampang dimatiin atau mati sendiri,'' ucap Ginting. Pemain 22 tahun itu mengaku agak kaget dengan tempo permainan Momota yang tidak seperti biasanya. Momota adalah pemain bertipe lambat. Di 16 besar, ketika melawan Hans-Kristian Vittinghus, Momota masih menggunakan gaya permainan slow. ''Saya sudah coba keluar dari tekanan, tapi tidak berhasil. Dia lebih siap dari saya,'' ucap Ginting. Momota, memberikan kredit yang tinggi buat Ginting. Menurut dia, kemenangan kemarin banyak dipengaruhi keberuntungan. ''Bola seakan memihak saya. Itu yang membuat saya bisa bermain bagus hari ini (kemarin, Red),'' tutur Momota. ''Tetapi saya juga sudah mengantisipasi pola permainan Ginting. Karena itu saya bisa menyerang dia kali ini,'' imbuh juara dunia 2018 itu. (feb/na)
Sumber: