Megathrust Selat Sunda Bergoyang
JAKARTA – Gempa tektonik dengan kekuatan 5,0 Skala Richter (SR) mengguncang wilayah samudera hindia tepat di zona Megathrust Selat Sunda Sabtu malam (12/1). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami. Namun, masyarakat diminta tetap waspada karena potensi tsunami di Selat Sunda masih ada. Megathrust adalah gempa bumi yang goncangannya maha dahsyat. Menurut laporan BMKG, gempa terjadi sekitar pukul 19,04 WIB. Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 6,85 LS dan 104,24 BT, atau tepatnya berlokasi 158 km lepas pantai selatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung pada kedalaman 53 km. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi ini termasuk dalam klasifikasi gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Lokasinya berada di zona megathrust. ”Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi ini dipicu oleh penyesaran naik (thrust fault),” kata Rahmat. Guncangan gempa dilaporkan dirasakan di daerah Liwa dalam skala intensitas II - III Modified Mercalli Intensity (MMI). ”Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi tidak berpotensi tsunami,” kata Rahmat. Rahmat menambahkan, hingga pukul 19.15 WIB, Hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempabumi susulan (aftershock). Terkait potensi terjadinya kembali tsunami di Selat Sunda, Deputi Bidang Geofisika BMKG, Muhamad Sadly mengatakan hal tersebut masih ada. Ia menerangkan, sedikitnya terdapat tiga sumber tsunami di Selat Sunda, yakni Kompleks Gunung Anak Krakatau (GAK), Zona patahan Graben, dan Zona patahan Megathrust yang terdapat di Selat Sunda. Sadly menjelaskan, Kompleks GAK terdiri dari Gunung Anak Krakatau, Pulau Sertung, Pulau Rakata dan Pulau Panjang. Gunung serta ketiga pulau tersebut tersusun dari batuan yang retak-retak secara sistemik akibat aktivitas vulkano-tektonik. ”Akibatnya, kompleks tersebut rentan mengalami runtuhan lereng batuan (longsor) ke dalam laut, dan berpotensi kembali membangkitkan tsunami,” kata Sadly. Demikian juga Zona Graben yang berada di sebelah Barat-Barat Daya Kompleks GAK, juga merupakan zona batuan rentan runtuhan lereng batuan (longsor) dan berpotensi memicu gelombang tsunami. Sementara itu Zona Megathrust termasuk pula sebagai wilayah yang berpotensi membangkitkan patahan naik pemicu tsunami. “Atas dasar itulah hingga saat ini BMKG tetap memantau perkembangan kegempaan dan fluktuasi muka air laut di Selat Sunda. BMKG juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai zona bahaya dengan radius 500 meter dari bibir pantai yang elevasi ketinggiannya kurang dari 5 meter,” ujarnya. (jpg)
Sumber: