Fokus Bangun Hunian, Tanggap Darurat Tsunami Berakhir
SERANG – Masa tanggap darurat bencana tsunami Selat Sunda berakhir kemarin (9/1). Pemprov Banten akan memfokuskan diri pada pemulihan rumah yang rusak dihantam gelombang tsunami. Namun pemprov masih menunggu data hasil verifikasi Pemkab Pandeglang terkait total rumah yang rusak, baik itu yang rusak ringan, sedang, maupun berat. Wilayah Pandeglang yang paling parah terdampak tsunami. Berdasarkan informasi yang dihimpun, jumlah rumah yang rusak akibat tsunami sebanyak 1.956 rumah, terdiri atas rusak ringan dan sedang sebanyak 1.515 rumah dan rusak berat sebanyak 441 rumah. Selain itu ada sembilan hotel yang rusak berat. Sementara untuk jumlah pengungsi yang berada di Kabupaten Pandeglang sebanyak 7.972 orang. Sekadar diketahui, tsunami Selat Sunda terjadi pada Sabtu (22/12), mengakibatkan 437 orang meninggal dunia, 9.061 orang luka-luka, dan 10 orang hilang. Kemudian 16.198 orang di dua provinsi, yakni Lampung dan Banten mengungsi. Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy mengatakan pascatanggap darurat, pihaknya akan membangun rumah bagi warga yang terdampak. "Kita bantu rehab rusak ringan, kita belikan bahan-bahan kayak semen dan triplek. Kita fokus pembenahan 441 rumah rusak berat. Kalau untuk kerugian kita belum dapat laporan hingga akhir tanggap darurat. Kita masih mendata," katanya saat ditemui di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, kemarin. Berbeda dengan hotel yang rusak, kata dia, sebagian besar sudah diasuransikan. "Kalau rumah masyarakat kan nggak ada yang disuransikan. Makanya kita fokus di situ," katanya. Mengenai perahu yang rusak, Andika mengaku hal itu akan dilihat terlebih dahulu. "Kita lihat dulu, beban provinsi kan besar, makanya kita fokus ke rehabilitasi rumah," ujarnya. Selain rehab rumah, mantan anggota DPR RI itu juga mengungkapkan pada masa transisi, pemprov juga akan melakukan rehabilitasi pembangunan dan stabilisaisi wilayah pariwisata. Pihaknya meminta bantuan kepada Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI untuk memulihkan kawasan wisata di wilayah yang terdampak tsunami. "Jadi bukan rumah saja tapi juga wisata harus kita pulihkan juga," katanya. Saat ditanya mengenai perpanjangan masa tanggap darurat, Andika mengaku hal itu tergantung dari Pemkab Pandeglang. "Provinsi sifatnya membantu. Masa tanggap darurat itu kan sesuai kebutuhan daerah. Sama halnya dengan usulan relokasi warga terdampak tsunami, kita juga sampai sekarang belum terima usulannya," katanya. Rehabilitasi rumah yang terdampak tsunami itu, kata dia, tidak akan menggunakan dana tak terduga (DTT). "Kita akan pakai dana rumah tidak layak huni (RTLH) yang ada di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP) Banten sebesar Rp50 juta per unit. Itu juga sudah kuat, sudah bagus. Intinya, DTT enggak bakal kita pake, kita tahan," katanya. Sementara itu, Kepala Dinas PRKP Banten, M. Yanuar mengaku sudah mendapatkan arahan dari Gubernur dan Wakil Gubernur Banten untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten yang terdampak bencana tsunami. Ia mengaku sudah menerjunkan tim untuk melakukan verifikasi data rumah baik itu yang rusak ringan, sedang, maupun berat. "Untuk yang terdampak parah kan di Padeglang, kita dari hari Minggu sampai Selasa sudah turun verifikasi dan validasi. Data itu juga kita sudah serahkan ke bupati untuk disepakati dan diplenokan lalu diusulkan ke provinsi. Kita tinggal menyiapkan anggaran mana yang direhab," katanya. Menurut Yanuar, Dinas PRKP memiliki kebijakan untuk penggunaan rumah instan sederhana sehat (Risa) tahan gempa sebanyak 40 unit. Untuk per unit dianggarkan sebesar Rp40 juta. "Selain Risa, juga kita ada slot RTLH sebanyak 110 unit, tapi itu juga enggak semua di sana. Terus ada slot satker kementerian melalui dana stimulan swadaya untuk rusak ringan sebesar Rp17,5 juta, itu (untuk) di Banten ada 4.000 unit, untuk Pandeglang kita cover 1.500, dan itu saya rasa sudah mencukupi," katanya. "Belum lagi dari persatuan Real Estate Indonesia (REI) juga akan bantu 10 unit dengan anggaran Rp300 juta. Jadi per unitnya Rp30 juta," ujarnya. Untuk saat ini, kata Yanuar, yang sedang dijalankan adalah pembangunan hunian sementara (huntara) bagi korban tsunami yang dikerjakan oleh BNPB. Untuk penyelesaiannya ditarget selesai pada Maret 2019. "Dan selama masa itu, kita tetap lakukan verifikasi. Lalu arah kebiakan pimpinan juga tidak ada lagi bangunan perumahan di zona merah atau 100 meter dari garis pasang surut yang tertinggi," ujarnya. Ia mengaku pihaknya menerima pengajuan dari Pemkab Pendeglang terkait pembangunan rumah khusus. Namun pihaknya masih menunggu hasil pleno dari pemkab terkait rumah yang akan dibantu rehabilitasinya. "Kita dapat ajuan rumah khusus yang akan kita ajukan ke pusat. Untuk lahannya sendiri itu dari pemerintah daerah sedanglan anggarannya dari pusat. Rumah khusus itu akan dibuat dari mulai nol sampai 100 persen beserta infrastruktur pendukungnya," paparnya. Pada masa pemulihan, kata dia, dibutuhkan peran serta maayarakat. "Jangan sampai kita bantu tapi mereka nonton aja dan itu nanti akan jadi masalah," ujarnya. Terpisah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, Suyitno mengatakan Pemprov Banten berkirim surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti agar memberikan perhatian serius kepada para nelayan, agar sektor perikanan bangkit kembali. Diketahui, tsunami Selat Sunda yang menerjang pesisir laut wilayah Banten mengakibatkan rusaknya aset kelautan dan perikanan milik pemprov sebesar Rp15 miliar, serta miliaran rupiah lagi peralatan milik nelayan rusak dan hilang. "Berdasarkan hasil pendataan yang baru saja kami lakukan, khusus aset DKP Banten mengalami rusak berat. Dan jika ditaksir kerugianya mencapai Rp15 miliar. Aset pempov yang rusak berat itu di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Cigorondong. Dan itu telah kami sampaikan kepada Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan (Susi Pudjiastuti) beberapa hari lalu," katanya saat dihubungi melalui telepon, kemarin. Bukan persoalan BBIP saja yang disampaikan ke Menteri Susi, Pemprov Banten juga menyampaikan laporan kondisi para nelayan yang terdampak tsunami Selat Sunda di tiga daerah. "Khusus untuk nelayan dampak tsunami kemarin itu, bukan hanya di Kabupaten Serang, dan Pandeglang, akan tetapi juga terjadi di pesisir Pantai Kota Cilegon seperti di Kecamatan Ciwandan dan Pulo Merak. Data detail sudah kami sampaikan juga ke kementerian," katanya. Secara rinci, Suyitno menyebutkan untuk nelayan di Kabupaten Pandeglang ada tujuh orang meninggal dunia dan empat orang sampai saat ini belum ditemukan. Untuk nelayan di Kabupaten Serang dan Kota Cilegon tidak ada hilang atau meninggal. Namun, ratusan aset milik nelayan seperti kapal, perahu, mesin alat tangkap mengalami kerusakan. "Kami juga melaporkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, kapal dan peralatan milik nelayan mengalami kerusakan, bahkan hilang. Adanya kondisi dan dampak yang begitu besar, kami berharap kementerian dapat membantu kami dalam rangka percepatan pemulihan kondisi perekonomian nelayan pascatsunami di Banten," ujarnya. Senada diungkapkan Sekretaris DKP Banten, Gelar Suprijadi. Menurut dia, ada 500 unit lebih peralatan nelayan yang mengalami kerusakan akibat tsunami Selat Sunda seperti kapal, perahu, alat tangkap, dan mesin. "Di Kabupaten Pandeglang, kapal lebih dari 5 GT 15 unit mengalami rusak ringan, satu unit rusak sedang, 118 unit rusak berat . Untuk Perahu Jukung sampai dengan 5 GT yang hilang tiga unit, rusak ringan 93 unit, rusak sedang 20 unit, dan rusak berat 430 unit., untuk alat tangkap ada 32 buah hilang, 154 rusak," kata Suprijadi. Untuk di Kabupaten Serang, yang mengalami kerusakan ringan adalah perahu jukung sampai dengan 5 GT sebanyak dua unit dan rusak berat 18 unit. Kemudian mesin yang hilang ada empat unit dan mesin yang rusak ada tujuh unit. Selanjutnya, alat tangkap hilang 64 buah, rusak lima buah. "Kalau untuk wilayah Cilegon hanya perahu jukung saja rusak berat sebanyak 33 unit, lainya tidak ada masalah," katanya. (tb/tnt)
Sumber: