Curiga Ada Gamawan Diproyek Gedung IPDN
JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi. Gamawan dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan dan pengerjaan proyek gedung IPDN tahap II di Rokan Hilir, Riau, tahun anggaran 2011. Mendagri periode 2009-2014 itu diperiksa selama enam jam oleh tim penyidik KPK. Seusai pemeriksaan, dirinya mengungkap diperiksa sebagai saksi bagi tersangka mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kemendagri, Dudy Jocom. "Saya jadi saksi untuk tersangka Dudy. Soal (kasus korupsi gedung IPDN) Rokan Hilir," ujar Gamawan kepada wartawan, Selasa (8/1). Gamawan menjelaskan, tidak tahu menahu soal tindak pidana korupsi yang dilakukan anak buahnya saat itu. Dirinya mengaku hanya meloloskan proyek pembangunan gedung IPDN sesuai audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Khusus untuk proyek di Rokan Hilir, kata dia, pembangunan dapat dilaksanakan tanpa bunuhan tanda tangannya. Karena, nilai proyeknya di bawah Rp100 juta. "Kecuali Rokan Hilir ini. Karena nilainya di bawah Rp100 juta bukan kewenangan saya. Langsung di bawah Sekjen (Sekretaris Jenderal) aja," tuturnya. Gamawan memastikan, pembangunan proyek gedung IPDN di daerah lain yang nilainya di atas Rp100 juta telah lolos audit BPKP. Sementara itu, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menerangkan, pemeriksaan dilakukan sebagai upaya pendalaman penyidik terkait peran dan posisi Gamawan sebagai Mendagri saat itu. Peran dan posisi tersebut terkait pelolosan proyek gedung IPDN di Rokan Hilir. "Terutama terkait dengan dibutuhkannya persetujuan menteri untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp100 miliar," tukas Febri. Ketika disinggung soal proyek di Rokan Hilir dilakukan tanpa persetujuan Gamawan, Febri mengaku penyidik tidak hanya menanyakan satu proyek. Selain di Rokan Hilir, Riau, ada tiga proyek lain yang sedang disidik oleh KPK. Yaitu, di Kabupaten Agam Sumatera Barat, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. "Nilainya itu lebih dari Rp100 miliar. Jadi bagaimana proses pengadaannya, sejauh mana kemudian Mendagri mengetahui dari proses awal sampai penunjukan," imbuhnya. Sebelumnya, Dudy Jocom, bersama mantan Kepala Divisi Gedung PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan dan Senior Manager PT Hutama Karya Bambang Mustaqim, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus tersebut pada 14 Mei 2017. Dudy diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam pembangunan gedung IPDN di Rokan Hilir, Riau. Akibatnya, dari proyek senilai Rp91,62 miliar itu, negara rugi Rp34 miliar. KPK menjerat Dudy dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia terancam hukuman pidana minimal 1 tahun penjara, dan maksimal 20 tahun bui. Dudy juga ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus yang sama di tiga daerah berbeda, yaitu Kabupaten Agam Sumatera Barat, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. (riz/fin/ful)
Sumber: