Peluru Nyasar ke Gedung DPR, Dua PNS Kemenhub Jadi Tersangka

Rabu 17-10-2018,08:10 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA-Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan dua orang berinisial IAW dan RMY sebagai tersangka atas kasus peluru yang nyasar ke gedung DPR, Senin (15/10) kemarin. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta mengatakan, dua tersangka tersebut bukan merupakan anggota Perbakin. “Kedua tersangka berinisial IAW dan RMY belum jadi anggota Perbakin,” katanya di Polda Metro Jaya, Selasa (16/10). Dia memaparkan, kedua tersangka ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dari hasil pemeriksaan, Nico menyampaikan ketika melakukan latihan menembak, keduanya menggunakan senjata api Jenis Glock 17 dan AKAI costum. Namun, lanjut Nico, dua peluru yang menyasar ke dua ruangan di DPR terjadi saat IAW menjajal Glock 17 dengan menggunakan alat bantu tambahan bernama switch costum. “Dua-duanya mencoba, namun saat kejadian itu IAW yang melakukan penembakan,” tuturnya. Kabid Balistik Metalurgi Forensik Puslabfor Polri Kombes Ulung Kanjaya menambahkan, pihaknya sudah melakukan uji balistik terhadap dua proyektil peluru yang ditemukan di ruangan Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra Wenny Warouw dan anggota Komisi VII DPR RI Bambang Heri Purnama. Dari hasil pemeriksaan, anak peluru yang ditemukan itu identik dengan senjata Glock 17 yang dipakai. “Kami juga lakukan perbandingan, anak peluru di TKP berasal dari satu senjata, dari pengembangan yang dilakukan penyidik, didapatlah senjata ini, Glock 17 yang dicurigai digunakan di lapangan tembak. Jarak tembak itu bisa ke lantai 13 dan 16,” kata Ulung. Peristiwa penembakan di Gedung DPR RI di lantai 13 dan lantai 16 kemarin, memiliki makna yang dalam, besar, dan luas. Anggota DPR dari Komisi III Abdul Kadir Karding mengaku kaget dan tidak habis pikir terkait jangkauan lapangan tembak bisa sampai ke lingkungan DPR. Dia mengatakan biasanya senjata untuk latihan menembak di lapangan tembak Senayan itu hanya senjata-senjata standar dengan jarak tembak tak jauh. “Saya pikir yang dipakai itu hanya senjata-senjata dengan standar jarak penembakan yang tidak terlalu jauh. Karena latihan nembak di sana biasanya itu untuk menyalurkan hobi atau untuk kepentingan olahraga. Jadi peristiwa kemarin itu sangat mengagetkan sekali. Dan mungkin ke depannya kita bisa melakukan perbaikan dan perubahan,” kata Abdul Kadir Karding kepada wartawan di acara dialog yang diselenggarakan di gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/10). Menurut dia, kepemilikan senjata api yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948, sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Walau UU tersebut diperkuat oleh Surat Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 sekali pun. “Ke depannya harus segera ada perubahan terkait penggunaan dan kepemilikan senjata api. Meskipun undang-undang tersebut didukung surat Kapolri, tetap harus ada pengaturan siapa saja yang boleh memiliki senjata api,” kata Abdul Kadir Karding. Karding menyebutkan dalam undang-undang yang sudah berusia tua itu juga menjelaskan dalam penggunaan senjata untuk konteks olahraga itu harus dilakukan oleh orang-orang dengan standar tertentu. Dia menambahkan setidaknya orang-orang yang dimaksud itu sudah memiliki kemahiran dalam menggunakan senjata api juga harus sehat jasmani dan rohaninya. “Penggunaaan senjata baik dalam konteks olahraga maupun yang lain tentu ada orang-orang dengan standar tertentu, misalnya dia sudah punya kemahiran menggunakan senjata, itu baru boleh diizinkan oleh Perbakin. Kemudian yang kedua dia harus sehat jasmani rohani, termasuk psikotes harus lulus,” katanya. Namun begitu, politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini tetap meminta manjemen Perbakin untuk tetap ditinjau ulang dan pengamanan di sekitar lingkungan Gelora Bung Karno (GBK) perlu ditingkatkan sampai tingkat tertinggi. “Perbaikan itu perlu, pertama manajemen Perbakin musti di-upgrade, diperbaiki. Terutama bagaimana lebih ketat terhadap penggunaan senjata api. Jangan sampai penggunaan senjata api jatuh ke tangan orang-orang yang tak memiliki standar penggunaan senjata api. Jangan sampai Amerika terjadi di sini di mana setiap rakyat sipil bisa menggunakan dan memiliki senjata,” katanya. Dan yang paling penting untuk ditingkatkan prosedur pengamanan dan keamanannya, menurut Karding tentu saja ada di gedung DPR. Ia beralasan dalam kasta politik, DPR merupakan institusi yang sangat perlu dan penting. “Coba bayangkan, andai saja mohon maaf ada yang kena anggota DPR, itu bisa geger nasional. Alhamdulillah tidak ada yang kena. Yang kena jilbab, tetapi pertanyaan-pertanyaan publik soal 'ini apa betul ada senjata yang bisa sebesar ini', paling pistol," lanjutnya. "Saya juga agak awam soal ini, bisa nyampai sejauh itu. Berapa meter kira-kira ya pak Fahri lapangan tembak (ke DPR)? Satu kilometer lebih, 500-an meter lebih ya. Karenanya yang harus diubah itu bukan hanya kaca, tapi tembok (tembus). Jadi artinya harus betul-betul dikaji. Nah terkait dengan ini, standar di DPR memang harus ditingkatkan pengamanan dan keamanannya. Bukan sekadar kaca film, teralalu kecil,” bebernya. (fin/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait