Neraca Perdagangan Surplus US$ 230 Juta

Selasa 16-10-2018,03:33 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

Jakarta--Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia surplus US$230 juta secara bulanan pada September 2018. Realisasi ini membaik dibandingkan bulan lalu yang mencatat defisit mencapai US$1,02 miliar. Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti menuturkan, surplus neraca perdagangan disebabkan karena jumlah ekspor lebih besar dibanding impornya. Tercatat, ekspor di angka US$14,83 miliar dan impornya di angka US$14,60 miliar. Nilai ekspor sebesar US$14,83 miliar ternyata menurun 6,58 persen dibanding bulan sebelumnya yakni US$15,18 miliar. Adapun ekspor migas menurun 15,8 persen dari US$1,43 miliar ke angka US$1,21 miliar, dan ekspor non migas turun 5,67 persen dari US$14,44 miliar ke US$13,62 miliar. Untuk ekspor migas, Yunita bilang nilai dan volumenya cenderung lebih kecil dibanding bulan kemarin. Sementara untuk non-migas, kelompok barang yang mengalami penurunan ekspor terdiri dari kelompok mesin, peralatan listrik, permata, dan pakaian jadi bukan rajutan. "Tapi memang secara tren, ekspor di Agustus dan September cenderung terus menurun setelah bulan Juli," ujar Yunita di Gedung BPS, Senin (15/8). Sebenarnya, Indonesia mengalami kenaikan ekspor pertambangan dan pertanian dengan nilai pertumbuhan masing-masing 2,89 persen dan 5,46 persen karena ada kenaikan harga kakao, cengkeh, buah-buahan, nikel, bijih kerak, dan abu logam. Namun, Indonesia mengalami penurunan ekspor secara bulanan sebesar 7,66 persen di sektor manufaktur. Terlebih, ekspor manufaktur mengmbil porsi 73,37 persen dari seluruh total eskpor Indonesia. "Industri pengolahan turun karena ada penurunan ekspor pakaian jadi, peralatan listrik, dan kimia dasar," papar dia. Lebih lanjut, pelemahan pertumbuhan impor ternyata lebih besar ketimbang ekspornya. BPS mencatat, impor September sebesar US$14,60 miliar menurun 13,18 persen dibanding bulan sebelumnya yakni US$16,84 miliar. Nilai impor migas menurun secara bulanan dari US$3,05 miliar menjadi US$2,28 miliar meski ada kenaikan harga minyak dari US$69,36 per barel menjadi US$74,88 per barel. Secara lebih rinci, seluruh golongan impor tercatat mengalami penurunan. Impor barang konsumsi secara bulanan turun 14,97 persen, impor bahan baku menurun 13,53 persen, dan impor barang modal menurun 10,45 persen. "Artinya pola September ini sama dengan kondisi tahun sebelum-sebelumnya," imbuh dia. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia antara Januari hingga September tercatat di angka US$134,99 miliar, namun impor secara akumulatif malah ada di angka US$138,78 miliar. Secara kumulatif, Indonesia masih tetap mencatat defisit US$3,79 miliar sepanjang tahun ini. Meski demikian, ini merupakan surplus bulanan ketiga Indonesia setelah mencatat surplus pada Maret dan Juni masing-masing US$1,12 miliar dan US$1,17 miliar. Sementara itu kondisi tersebut. Dia bilang, surplus neraca dagang ini dikarenakan sektor ekspor nonmigas yang tercatat masih positif walau mengalami penurunan dari bulan sebelumnya. "Senang dengan arahnya sudah mulai membaik. Dari sisi neraca perdagangan, terutama nonmigas, September sudah menunjukkan positif, meskipun migas masih negatif," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/10). Sementara untuk sektor migas masih tercatat negatif. Sri Mulyani berharap supaya program Biodiesel 20% atau B20 bisa mulai terasa dampaknya hingga akhir tahun, sehingga konsumsi impor akan tercatat positif. "Kita tentu berharap dengan B20 bisa menurunkan konsumsi, sehingga nanti akhir tahun bisa tercapai positif. Tetapi trennya sudah benar, meski rate-nya harus akselerasi lebih cepat," katanya. Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa penurunan impor terjadi karena adanya penyesuaian atas Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atau pajak impor. Ada sebanyak 1.147 barang impor yang pajaknya dinaikkan. "Yang lainnya kita mengharapkan industri manufaktur lebih cepat lah. Jadi ekspornya. Karena pertumbuhan ekspornya masih sangat kecil, belum meningkat. Tapi impor walaupun growth-nya turun, tapi yoy masih 14%, itu masih terlalu tinggi," tuturnya.(cnn/dtc)

Tags :
Kategori :

Terkait