Umumkan Caleg Eks Koruptor di TPS

Kamis 20-09-2018,03:22 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA – Wacana menandai nama eks koruptor di surat suara pemilu agaknya sulit untuk direalisasikan. Mengingat, UU mengatur cukup spesifik apa saja yang dicantumkan dalam surat suara pemilu. Selain itu, penandaan tersebut juga berpotensi blunder. Karena itu, opsi lain pun dimunculkan kepada KPU. Ketua Pansus UU Pemilu Muhammad Lukman Edy menyarankan untuk tidak menandai surat suara. Akan lebih baik bila KPU membuat daftar caleg eks koruptor beserta partainya lalu disebar ke TPS untuk ditempel sebagai pengumuman. “Ditempel di TPS begitu seperti poster wanted (daftar pencarian),” ujarnya saat ditemui di KPU kemarin (17/9). KPU tinggal membuat posternya lalu dicetak sesuai jumlah TPS. Memuat nama lengkap dan partai, atau bila diperlukan fotonya juga. Menurut Lukman, KPU memiliki dasar hukum untuk membuat poster tersebut. Yakni, Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 4/PUU-VII/2009. Dalam putusan tersebut, semua mantan terpidana yang kejahatannya diancam hukuman penjara lima tahun atau lebih tetap boleh berkontestasi di pemilu legislatif. Dengan catatan, mengumumkan kepada publik bahwa dia merupakan eks penjahat. Termasuk di dalamnya kejahatan korupsi. Politikus PKB itu mengingatkan, semua tulisan di dalam kertas suara sudah ada aturannya di UU Pemilu. Isinya tanda gambar dan nomor partai, nomor calon, dan nama lengkap calon. begitu pula untuk pilpres, hanya ada nama, nomor urut paslon, foto, dan partai pengusung. Karena itu, penandaan di kertas suara justru jadi kontraproduktif. “Misalnya dikasih stabilo, masyarakat yang tidak sampai sosialisasi tentang stabilo justru akan nyoblos itu, karena sudah ada tandanya,” tambahnya. Sementara itu, hingga kemarin sore KPU belum mengambil sikap resmi atas putusan MA yang mengizinkan napi koruptor nyaleg. Ketua KPU Arief Budiman sejak awal menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti apapun putusan MA. Namun, pihaknya tidak bisa bergerak bila putusannya sendiri belum sampai di tangan. KPU telah bersurat ke MA untuk meminta salinan putusan secepatnya. “Nanti kalau kami tahu bagaimana bagaimana perintah detail di dalamnya baru kami bisa putuskan mau seperti apa,” terang Arief saat ditemui di KPU kemarin. Wacana apapun boleh saja dimunculkan, mulai menandai surat suara hingga mengumumkan di TPS. Namun, langkah KPU baru bisa diputuskan setelah mempelajari bunyi amar putusan plus pertimbangan MA dan memplenokannya. Yang jelas, saat ini pihaknya akan terus menagih komitmen partai politik untuk membersihkan daftar caleg dari eks koruptor. Sejak awa, parpol sudah berkomitmen tidak akan menyertakan eks koruptor dalam daftar bacaleg yang diusulkan ke KPU. Berikutnya, KPU akan mendorong agar klausul tersebut diatur di UU Pemilu. Yang jelas, jadwal penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) tidak akan berubah dari 20 September atau Kamis mendatang. Dalam data KPU, tercatat ada 212 eks koruptor yang diajukan menjadi bacaleg di tingkat pusat hingga daerah. Dari jumlah itu, sebagian gugur dan tidak diganti oleh parpol. Sebagian lagi diganti. Kemudian, ada puluhan yang menyengketakan gugrnya mereka ke Bawaslu. Hingga saat ini, yang dikabulkan jumlahnya sudah lebih dari 40 orang. Dari kawasan Merdeka tara Jakarta, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menuturkan, dari total 12 gugatan PKPU, hanya dua gugatan yang dikabulkan. “Selebihnya ditolak dan tidak dapat diterima,” ucap dia ketika diwawancarai di Jakarta kemarin. Kedua gugatan itu bernomor 30 P/HUM/2018 dan 46 P/HUM/2018. Gugatan pertama diajukan oleh Lucianty sedangkan gugatan kedua diajukan oleh Jumanto. Dalam gugatannya, Lucianty menggugat PKPU nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Peseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tepatnya pasal 60 ayat 1 huruf g dan j sepanjang frasa mantan terpidana korupsi. Batu uji dalam gugatan tersebut adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan. Bunyi amar putusan atas gugatan Lucianty, sambung Abdullah, pasal 60 ayat 1 huruf j sepanjang frasa mantan terpidana korupsi tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. “Bertentangan dengan pasal 182 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” jelas dia. Sementara itu, gugatan Jumanto diajukan untuk menguji materi pasal 4 ayat 3 dan pasal 11 ayat 1 huruf d PKPU Nomor 20 tahun 2018. Dalam gugatannya, Jumanto memakai tiga batu uji sekaligus. Yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, serta UU Nomor 12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Atas gugatan tersebut, Ketua Majelis Hakim Supandi bersama Anggota Majelis Hakim H. Yulius dan Yodi Martono Wahyunadi mengabulkan gugatan itu. Meski tidak semua gugatan PKPU dikabulkan oleh MA, seluruh eks koruptor tetap boleh mengajukan diri untuk maju dalam pemilu tahun depan. Baik DPD, DPR, maupun DPRD di tingkat kabupaten, kota, dan provinsi. Sebab, dalam putusannya MA menganulir ketentuan yang membatasi bekas koruptor mengajukan diri. “Yang dianulir aturannya,” ucap Abdullah. “Yang dibatalkan adalah aturannya,” tambah dia menegaskan. Putusan tersebut, sambung Abdullah, sudah berlaku sejak majelis hakim membacakannya Kamis pekan lalu(12/9). Menurut dia, sampai kemarin sore salinan putusan gugatan PKPU yang sudah diketok oleh MA masih disusun. Namun, dia memastikan bahwa seluruh salinan putusan itu bakal dikirim kepada KPU kemarin malam. “Besok (hari ini) sudah pasti (sampai KPU),” ungkap dia. MA tahu betul, KPU membutuhkan salinan putusan lengkap lantaran mereka adalah eksekutor yang punya kewajiban melaksanakan putusan tersebut. Selain itu, masih kata Abdullah, instansinya juga paham bahwa KPU tidak bisa sembarangan menyikapi putusan tersebut. Untuk itu, tidak keliru bila mereka menunggu salinan putusan dari MA. “KPU kan harus berhati-hati,” tutur dia. Lebih lanjut, Abdullah menyampaikan bahwa putusan atas gugatan PKPU tidak lantas menjadi bukti bahwa komitmen MA terhadap pemberantasan korupsi sudah luntur. Sebaliknya, dia memastikan, instansinya tetap teguh memberantas korupsi. “Dalam putusan kasasi perkara korupsi, (hukuman) pidananya selalu dinaikan. Itu bukti MA tetap komitmen,” jelasnya. Ada pun putusan PKPU berkaitan dengan hak untuk dipilih dan memilih. Sekjen Partai Nasdem Johnny G Plate mengatakan, setiap mantan napi diwajibkan membuat pernyataan bahwa mereka pernah bermasalah dengan hukum. “Pernyataan itu bisa diedarkan ke media, atau di tempel di TPS, silakan,” kata dia saat ditemui di Posko Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf Gedung High End Jalan Kebon Sirih kemarin. Jika menempelkan nama caleg eks koruptor di TPS diperbolehkan UU, dia mempersilakan KPU melakukannya. “Silakan kalau ada celah hukum,” terang Wakil Ketua TKN Jokowi - Ma'ruf itu. Namun, kata dia, akan ada dampak hukum yang ditimbulkan. Mungkin akan ada yang mengajukan keberatan melalui jalur hukum. Yang pasti, kata dia, sejak awal partainya mendukung KPU yang melarangkan eks koruptor nyaleg. Partainya juga sudah menandatangani pakta integritas tidak mencalonkan eks koruptor. (jpg/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait