JAKARTA – Pemerintah pusat akan menindak tegas pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti melakukan korupsi. Sesuai temuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), total ada 2.357 PNS yang menjadi terpidana korupsi masih bekerja dan menerima gaji dari negara. Mereka tersebar di berbagai instansi, baik level pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Berdasarkan rilis Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 12 September 2018, tercatat 2.357 PNS yang terlibat tindak pidana korupsi tersebut tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Di Provinsi Banten, ditemukan ada 70 PNS yang terlibat. Sebanyak 70 orang itu terbagi atas 17 orang tingkat provinsi dan 53 orang tingkat kabupaten/kota. Senin (10/9), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sudah mengeluarkan surat edaran berisi pemberhentian bagi PNS korup tersebut. Dalam surat bernomor 180/6867/SJ tersebut, seluruh PNS yang terbukti menilap uang negara itu bakal diberhentikan secara tidak hormat. “(PNS korupsi) yang masih mejabat harus segera diberhentikan,” ucap Tjahjo kemarin (13/9). Menurut Tjahjo, Kemendagri sudah bekerja sama dengan KPK, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (PAN dan RB). Seluruh kementerian dan lembaga tersebut sepakat menyelesaikan masalah PNS koruptor itu secepat mungkin.“Paling lambat Desember harus sudah selesai,” ujarnya. Tidak hanya itu, pemerintah akan memanggil seluruh sekretaris daerah (sekda) kabupaten, kota, dan provinsi untuk menyampaikan secara langsung data KPK soal PNS korup. “Supaya (para sekda) tahu daerah saya ada sekian orang (yang terbukti korupsi). Siapa namanya, jabatannya apa,” beber Tjahjo. Pemerintah perlu menindak tegas mengingat korupsi adalah tindak pidana luar biasa yang tidak boleh didiamkan. Apalagi jika melibatkan PNS. Sebagai abdi negara, lanjut Tjahjo, PNS sepatutnya bertindak tidak curang dengan memakan uang rakyat. Karena itu pula, PNS koruptor tidak layak menerima gaji dari negara. “Iya (gajinya) disetop. Karena sudah ada undang-undangnya,” ungkap Tjahjo. Berdasar data BKN, dari total 2.357 PNS yang kasus korupsinya sudah berkekuatan hukum tetap, mayoritas masih bekerja di pemkab/pemkot. Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, data milik instansinya mencatat angka PNS koruptor yang masih bekerja di pemkab/pemkot sebanyak 1.917 orang. Sisanya sebanyak 342 orang di pemprov dan 98 orang di level pusat. Instansinya juga sepakat para PNS itu diberhentikan dengan tidak hormat. “Mengingat apa yang dilakukan PNS pelaku tipikor inkracht itu telah merugikan negara,” jelasnya. Selain Banten, berdasar data Kemendagri terungkap PNS di Sumatera Utara (Sumut) paling banyak terlibat korupsi. Yakni dengan jumlah 33 PNS di Pemprov Sumut dan 265 PNS tersebar di pemkab/pemkot di Sumut. Sementara itu, PNS terlibat kasus korupsi di kementerian dan lembaga paling banyak terdata masih bekerja di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kemeneterian Agama (Kemenag) dengan jumlah total 30 PNS. Data itu terakhir diperbarui oleh BKN dua hari lalu (12/9). Lantaran masih ada perkara korupsi melibatkan PNS belum berkekuatan hukum tetap, bukan tidak mungkin jumlahnya akan bertambah. “Masih ada yang dalam proses pengadilan,” ungkap Ridwan. Namun, tidak menutup kemungkinan juga angkanya turun. Sebab, instansinya sudah menerima laporan dari beberapa pimpinan daerah yang sudah memberhentikan PNS koruptor. Misalnya, sambung Ridwan, pimpinan daerah di Kabupaten Wajo, Kota Tegal, dan Kabupaten Blitar. “Mudah-mudahan langkah itu diikuti oleh bupati, wali kota, dan gubernur yang lain,” harapnya. Meski baru ditindaklanjuti belakangan ini, BKN sudah mendapat informasi keterlibatan PNS dalam sejumlah tindak pidana sejak 2015. Termasuk di antaranya yang terjerat kasus korupsi. Ridwan menyampaikan bahwa saat daftar ulang PNS tiga tahun lalu, sekitar tujuh ribu tidak mendaftar ulang lantaran sudah mendekam di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Atas kondisi tersebut, BKN lantas mengirim surat kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) di daerah untuk memberhentikan dengan tidak hormat PNS yang terlibat kasus korupsi. “Setahun, dua tahun, tiga tahun. Langkah kami tidak efektif,” jelasnya. Sebab, surat tersebut tidak ditindaklanjuti. Bahkan seperti dianggap angin lalu. Padahal memberhentikan dengan tidak hormat PNS yang terlibat kasus korupsi jelas diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Beruntung, sambung Ridwan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Dengan aturan tersebut, BKN bisa bekerja sama dengan lembaga penegak hukum. Tidak terkecuali KPK. “KPK gandeng kami. Kami juga perlu kewenangan mereka,” ujarnya. Terungkapnya angka 2.357 terlibat kasus korupsi diharapkan bisa membersihkan instansi pemerintah dari pejabat atau pegawai nakal. Sehingga pelayanan terhadap masyarakat juga bisa lebih optimal. Berkaitan dengan tenggat waktu yang diberikan sampai Desember, Ridwan menjelaskan, pemberhentian dengan tidak hormat PNS yang terjerat kasus korupsi perlu proses. Sebab, kewenangan di level provinsi, kabupaten, dan kota berada di gubernur, bupati, dan walikota. “Kalau nggak dikerjakan dalam dua bulan ke depan, PPK-nya akan diberikan sanksi juga oleh Kemendagri,” tegasnya. Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap surat edaran mendagri segera dipatuhi oleh para kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK). Kepatuhan itu mestinya ditindaklanjuti dengan memberhentikan aparatur negara yang telah divonis bersalah melakukan korupsi. “Kami apresiasi penerbitan SE ini,” ujar dia kemarin. KPK juga mengapresiasi penerbitan SE tersebut yang secara langsung menegaskan pencabutan surat mendagri tertanggal 29 Oktober 2012. KPK menilai surat yang ditandatangani Gamawan Fauzi tersebut masih memberikan ruang agar PNS yang terbukti melakukan korupsi tidak diberhentikan dengan tidak hormat. (jpg/bha)
PNS Korup Segera Dipecat
Jumat 14-09-2018,05:02 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :