MOSKOW – Inggris datang dengan filosofi barunya. DNA Inggris. Begitu filosofi baru Inggris itu disebut. Federasi Sepak Bola Inggris (FA) baru menelurkannya saat 2014. Gareth Southgate, pelatih The Three Lions -julukan Inggris- saat ini, juga terlibat di dalamnya. Nah, selang empat tahun setelahnya, mampukah filosofi itu mengubah wajah Inggris? Setidaknya tak lagi mentok di 16 Besar seperti dua edisi sebelumnya di Afsel (2010) dan Brasil (2014). Penentunya dari duel lawan Kolombia di Otkritie Arena, Moskow, dini hari nanti WIB. ''Saya paham benar bagaimana filosofinya (Southgate), saya dua kali dilatihnya di level U-21,'' sebut gelandang Inggris, Dele Alli, dilansir BBC Sport. Ya, Southgate menerapkan filosofinya itu saat menahkodai Inggris U-21, 2014-2016. Dia selama periode itu membawahi beberapa pemain Inggris saat ini, termasuk Alli. Selain Alli, ada sembilan pemain Inggris di Piala Dunia 2018 yang pernah dilatih Southgate di U-21. Dan, rata-rata mereka pemain langganan starter. Mulai dari kiper Jordan Pickford, center back John Stones, jajaran second line-nya mulai dari Eric Dier, Jesse Lingard, Ruben Loftus-Cheek, dan kapten Harry Kane. Selain itu, juga ada kiper pengganti Jack Butland dan bomber muda Manchester United Marcus Rashford. “Dia saat di U-21 memanggil banyak pemain yang mampu memainkan sepak bola bagus seperti yang dia inginkan, lebih ke attacking football, itu yang terpenting, itu yang membuat kami tertarik,” kata Pemain Muda Terbaik Premier League edisi 2015-2016 dan 2016-2017 itu. Dilansir situs resmi FA filosofi DNA Inggris ini menuntut para penggawa Inggris supaya mampu mendominasi penguasaan bola. Tidak banyak main bola-bola lambung melainkan lebih ke umpan-umpan pendek. Soal pilihan formasi? Tak ada pakem yang pasti, lebih fleksibel. Saat Piala Dunia kali ini, Southgate lebih akrab dengan formasi back three. “Tak cuma mendominasi penguasaan bola, kami pun menginginkan pemain agar dinamis dalam pergerakannya,” tambah Matt Crocker, Kepala Pengembangan Pemain dan Pelatih di FA, kepada situs resmi FA. “Pemain-pemain yang dibawa Gareth (Southgate) semakin terkoneksi di Piala Dunia ini,” klaim Crocker. Faktanya, di Piala Dunia edisi ke-21 Inggris dengan delapan golnya jadi tim tersubur ke-2 di bawah Belgia bersama Rusia. Dalam penguasaan bola, rata-rata 57,3 persennya jadi negara kontestan 16 Besar yang paling dominan kelima di bawah Spanyol (68.8 persen), Argentina (64 persen), Brasil (59,3 persen), dan Meksiko (57,8 persen). Filosofi itu ditunjang dengan rata-rata usia termuda kedua, 26 tahun. Piala Dunia kali ini bukan debut filosofi DNA Inggris. Di Euro 2016, saat Inggris dibesut Roy Hodgson, filosofi ini juga pernah dibawa beberapa skuad Inggris dari U-21, semua yang main di Piala Dunia kali ini. Saat itu, Inggris mentok di 16 Besar setelah dihentikan tim debutan Islandia 1-2. Bek kanan Kieran Trippier pun menganggap Piala Dunia sebagai penguji kedalaman dari filosofi DNA Inggris ini. “Kami punya kualitas, kami punya pengalaman, dan kami sudah mulai klik dengan filosofi ini, tak ada kata lain kecuali terus mempertahankan performa ini,” klaimnya dikutip Sky Sports. Yerry Mina, center back Kolombia, menyebut dia sudah mengetahui gaya permainannya skuad Inggris. Apalagi, Davinson Sanchez, partner-nya di jantung pertahanan Kolombia pun di Tottenham Hotspur mainnya. Dia setim dengan Kane, Alli, dan Dier. “Saya rasa mereka selama fase grup belum menemukan lawan yang sepadan. Kami pikir kami bisa jadi ganjalannya,” koar bek Barcelona itu, kepada Caracol RCN. (jpg/bha)
Kolombia vs Inggris, Menguji DNA Inggris
Selasa 03-07-2018,05:01 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :