JAKARTA – Hingga kemarin (3/5) Kemendikbud masih belum membuka nilai ujian nasional (UN) jenjang SMA sederajat 2018. Meski begitu sudah ada keterangan resmi terjadi penurunan nilai unas secara nasional. Sejumlah pihak menilai penurunan ini dipicu menurunnya semangat belajar anak-anak. Khususnya mendekati pelaksanaan ujian. Dugaan penurunan semangat atau gairah belajar jelang UN, sehingga berkontribusi membuat nilai UN secara nasional turun, disampaikan guru besar FKIP UNY Rochmat Wahab. “Kalau kita cermati kenapa nilai unas turun, karena tidak menentukan kelulusan. Anak belajar tidak ada effort (usaha, Red) yang maksimal,” katanya kemarin (4/5). Rochmat berharap Kemendikbud mengembalikan fungsi nilai UN seperti sebelumnya. Yakni jadi bagian dalam penentuan kelulusan siswa. Tidak seperti sekarang, dimana penentuan kelulusan siswa diserahkan sepenuhnya ke sekolah. Yakni melalui ujian sekolah berstandar nasional (USBN). Menurut guru besar bidang pendidikan anak berbakat itu, tidak dijadikannya nilai UN menjadi penentu kelulusan, tidak sekadar membuat upaya belajar siswa menurun. Tetapi dia juga menengarai ada penurunan serupa di kalangan guru bahkan orang tua. Dia menegaskan dalam teori pembelajaran, seseorang itu dihadapkan ujian untuk mencapai titik tertentu. Dalam konteks pelaksanaan UN, seharusnya siswa dihadapkan dengan capaian untuk lulus atau tidak lulus. “Sekarang UN tidak ada unsur mengkhawatirkannya. Sehingga itu tadi effort belajarnya menurun,” papar dia. Rochmat juga mengkritisi pengukuran indeks integritas ujian nasional (IIUN). Apalagi nilai IIUN saat ini menjadi semacam 'tameng’ bagi pemerintah, di tengah penurunan nilai UN. Dia mengatakan dengan pelaksanaan UNBK, otomatis menekan potensi untuk curang. Anak-anak peserta UN model UNBK tidak bisa melirik ke kiri-kanan untuk mencari contekan. Namun, dia menegaskan kondisi itu bukan berarti bisa jadi acuan untuk mengukur sebuah integritas atau kejujuran. “Anak-anak juga tidak dihadapkan dengan kelulusan. Ya buat apa nyontek,” tuturnya. Rochmat mengatakan kalaupun anak-anak saat ini lebih jujur dalam mengerjakan UN, nilai kejujuran itu masih jadi perdebatan. Sebab ujiannya tidak menentukan kelulusan lagi. Berbeda dengan anak-anak tetap jujur ketika UN jadi penentu kelulusan. Menurutnya jujur di tengah 'ancaman’ lulus atau tidak lulus, berbeda kadarnya dibanding jujur tanpa ada konsekuensi lulus atau tidak lulus. Dia mengakui ada yang menuding jika UN jadi penentu kelulusan, bisa membuat siswa stres. Rochmat mengatakan, stres menghadapi ujian yang menentukan kelulusan, adalah stres positif. Sebuah stres yang bisa memicu anak-anak lebih bersemangat belajar. “Perkara saat jadi penentu kelulusan ada kecurangan, yang dihapus kecurangannya. Bukan UN-nya tidak dijadikan penentu kelulusan,” pungkasnya. Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi juga menduga penurunan nilai unas dipicu turunnya motivasi belajar siswa. BSNP merupakan otoritas penyelenggara UN. “Saya belum tahu pasti mata pelajaran apa yang turun. Namun, turunnya nilai itu kemungkinan bisa disebabkan tiga hal,” jelasnya. Bambang menjelaskan turunnya nilai UN bisa disebabkan karena moda pelaksanaan ujiannya menggunakan komputer atau UNBK. Sehingga sulit bagi siswa untuk melakukan kecurangan. Berikutnya turunnya nilai UN bisa dipicu kualitas soal ujian yang dinaikkan. Misalnya untuk mata pelajaran matematika, ada butir soal berbentuk isian singkat. “Ketiga keseriusan dan motivasi belajar siswa yang menurun karena UN tidak menentukan kelulusan,” katanya. Dia mengatakan menurunnya nilai UN menjadi tantangan bersama. Bambang mengatakan turunnya nilai ini menjadi tanganan untuk melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran. Melalui perbaikan ini diharapkan kompetensi lulusan juga akan meningkat. Sementara itu, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud Mochammad Abduh menjelaskan penurunan nilai UN diikuti dengan kenaikan skor IIUN. Dia menjelaskan sekolah yang beralih dari UNKP (ujian nasional kertas dan pensil) ke UNBK, cenderung mengalami penurunan nilai UN. “Penggunaan UNBK memiliki konsekuensi logis peningkatan IIUN sekolah-sekolah tersebut,” jelasnya. Apakah UNBK bisa dikatakan mampu meminimalisir kecurangan? “Data empiric menyimpulkan hal tersebut,” katanya. Ke depan Kemendikbud akan mengupayakan terus memperbanyak pelaksanaan UNBK. Sebab baginya UNBK terbukti memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan ujian konvensional berbasis kertas. Terkait rekapitulasi nilai UN secara nasional, Abduh mengatakan belum bisa menyampaikannya. Dia menjelaskan saat ini mereka sedang membuat analisis bahan untuk paparan nilai unas secara komplit. Terkait jadwal pelaksanaan paparan itu, dia menyerahkan ke bagian Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kemendikbud. Sebelumnya Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan skor UN tahun ini turun dibandingkan tahun lalu. Dia menjelaskan meskipun ada penurunan nilai UN, tetapi ada kenaikan skor IIUN. Kenaikan skor IIUN itu disebabkan penyelenggaraan UNBK naik signifikan. (jpg/bha)
Nilai UN Merosot, Efek Tak Jadi Penentu Kelulusan
Jumat 04-05-2018,07:28 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :