Perpus Daring Lebih Disukai

Selasa 20-03-2018,05:21 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JEMBER – Perpustakaan daring (online, red) ternyata lebih disukai oleh para pengunjung. Berdasarkan data di perpustakaan Universitas Jember, jumlah mahasiswa yang mengakses buku melalui situs daring mencapai 64 ribu satu bulan. Sedangkan, pengunjung yang datang ke perpustakaan sekitar 30 ribu pengunjung. “Lebih dari dua kali lipat banyak yang akses lewat online,” kata Ida Widiastuti, Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Jember. Menurut dia, kemajuan ilmu pengetahuan di bidang teknologi informasi memberikan berbagai inovasi baru, termasuk di perpustakaan. Sehingga, ke depan pelayanan peminjaman dan pengembalian buku bisa berbasis online. Dirinya berencana akan membuat aplikasi layanan perpustakaan, seperti Go Book. Ketika mahasiswa membutuhkan buku, mereka tinggal klik pilih buku lalu diantar oleh petugas perpustakaan. Sehingga, memudahkan mahasiswa untuk mencari referensi buku. “Bukan tidak mungkin nanti tidak ada lagi antrean mengembalikan buku atau kesulitan mencari buku,” jelasnya. Perempuan yang akrab disapa Ida itu merinci, pengunjung UPT Perpustakaan secara daring terus meningkat. Bahkan, mengalahkan pengunjung yang datang langsung ke gedung Perpustakaan. Setiap hari, ada sekitar 1.000 mahasiswa yang datang ke gedung perpustakaan. ”Data bulan Februari lalu saja tercatat sudah ada 65.171 pengunjung secara online,” ungkapnya. Semakin meningkatkan pengunjung Perpustakaan secara daring karena semakin banyaknya koleksi digital yang dimiliki oleh perpustakaan. Selain menyediakan repository skripsi, tesis, dan hasil penelitian, juga berlangganan 3.200 e-journal dengan jutaan artikel. “Ada juga 10 ribu buku digital,” ujarnya. Tak hanya itu, pihaknya menambah koleksi buku, tahun ini ada tambahan tujuh ribu buku lagi untuk menambah koleksi. Jumlah yang sudah ada sebanyak 331.448 buah. “Kami juga memperbaiki sistem pengolahan koleksi dan meningkatkan pelayanan yang ada,” imbuh perempuan asal Garut ini. Misal, mempersiapkan penerapan aplikasi Senayan Library Information Management (SLIM) yang digagas oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sebelumnya, menggunakan aplikasi SirsiDinyx buatan luar negeri, namun akhirnya memutuskan berpindah menggunakan aplikasi berbasis open source karya anak sendiri. Sebab, jika menggunakan aplikasi produk luar negeri, biayanya cukup besar. Pemeliharaan yang dihabiskan dari aplikasi ini mencapai Rp 300 juta, hal itu belum termasuk biaya mendatangkan teknisi jika ada masalah. “Memakai aplikasi SLIM yang berbasis open source memiliki banyak keuntungan,” tambah Ida. Seperti munculnya aplikasi turunan baru hasil kreasi para pustakawan sendiri, dapat terhubung dengan perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sesama pengguna aplikasi SLIM. Bila ada masalah pengolahan koleksi atau layanan perpustakaan, bisa didiskusikan di forum diskusi SLIM. (jpc/mas)

Tags :
Kategori :

Terkait