Perajin Gerabah Bumijaya Terus Berkurang

Jumat 23-02-2018,07:11 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

SERANG – Banten merupakan daerah yang terkenal dengan keunikan. Hal itu dapat terlihat dengan adanya gerabah yang merupakan perkakas tradisional dibuat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Yang unik, pembuatan gerabah ini lebih banyak di produksi di Desa Bumijaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang. Saat memasuki desa tersebut, orang-orang akan disuguhkan dengan pemandangan gerabah yang muncul di halaman rumah mulai dari ujung hingga ujung lagi. Hal itu bertujuan sebagai salah satu strategi pemasaran untuk menarik peminat. Gerabah memiliki sejarah yang cukup menarik. Awalnya gerabah tersebut dibuat oleh ulama atau pemuka agama Islam yang pada saat itu datang ke desa Bumi Jaya yang hanya dipenuhi oleh pohon-pohon. Gerabah itu dibuat untuk kebutuhan para santrinya seperti memasak, makan, dan lainnya. Hingga gerabah itu mulai dipasarkan, para santri ikut berperan dalam memasarkan dan mengembangkan produk itu ke Bandung dan Yogjakarta. Sayangnya pemasaran di sana lebih baik dari Banten, padahal Banten merupakan daerah pertama pembuat gerabah. Dalam pembuatannya, tidaklah mudah, harus memiliki keahlian atau melalui pembelajaran terlebih dahulu. Prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama, mulai dari pembuatan pertama dari tanah yang dicampur dengan pasir. Kemudian, dirapikan atau disebut pembuatan kedua yang hasilnya akan dilakukan pemanasan melalui sinar matahari. Bila telah kering, gerabah itu dibakar dalam ruangan yang telah disiapkan agar gerabah itu lebih tahan lama dan kuat. Harga gerabah disesuaikan dengan jenis dan ukuran, mulai dari ukuran 11 sentimeter dengan harga Rp1.000 per buah hingga yang berukuran 1,5 meter dengan harga mencapai Rp1 juta per buah. Untuk ukuran yang besar biasanya harus dilakukan pemesanan terlebih dahulu dan dibutuhkan waktu yang cukup lama. Menurut penjual gerabah asal Desa Bumi Jaya, Ahmad Suhaemi, dirinya telah berjualan sejak 2007 lalu. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan turunan dari orang tua dan neneknya. Dahulu gerabah memiliki pasar yang sangat baik, bahkan penjualannya hingga mancanegara. “Kalau penjualannya kita ke luar daerah, seperti Jakarta, Bogor, Sulawesi, bahkan ke Singapura. Mereka yang langsung datang ke sini,” katanya kepada Tangerang Ekspres, Kamis (22/2). Namun kini, produksinya mulai menurun, bahkan jumlah perajin gerabah terus berkurang. Saat masa neneknya yang mengurusi, tercatat ada sekitar 500 orang perajin. Namun, hingga kini hanya tersisa sekira 150 orang, lantaran penerus-penerus di daerahnya pergi keluar kota mencari pekerjaan yang lebih. “Apalagi sekarang yang dari mancanegara datang ke Bali membeli dan diproduksi di sana. Kalau dulu tidak melalui itu, mungkin itu alasan menurunnya,” ujarnya. (mg-03/tnt)

Tags :
Kategori :

Terkait