Petani tebu di Cerobon melakukan unjuk rasa di Kantor Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Cirebon, Selasa (8/8). Mereka frustrasi karena ribuan ton gula menumpuk dan tidak laku terjual.
Para petani membawa spanduk bertuliskan "Stop Penjualan Rafinasi, Karena Rafinasi Membunuh Petani". Para petani tebu pun beraksi menghambur-hamburkan gula sebagai simbol kekesalan.
Tak hanya itu, mereka juga menunjukkan sejumlah foto bukti adanya timbunan gula rafinasi di gudang milik seorang pengusaha. Foto tersebut diambil dari salah satu gudang yang ada di kompleks pergudangan Jl Benteng, Kota Cirebon.
Ketua DPD APTRI Jabar, Dudi Bahrudin mengatakan penyebab tidak lakunya gula-gula tebu petani lantaran membanjirnya gula rafinasi ke pasaran. "Dari hasil investigasi tim DPD APTRI Jabar menemukan timbunan gula rafinasi di sejumlah gudang di Kota Cirebon tiga hari lalu," katanya.
Dudi mengungkapkan, sudah 3 bulan gula tebu petani tidak laku. Menurutnya, lelang gula hanya dilakukan awal giling saja, yaitu awal Juni 2017 lalu. Setelah itu, lanjut dia, tidak pernah ada lagi lelang, karena tidak ada lagi pedagang yang mau membeli.
Akibatnya, gula petani pun menumpuk di pabrik gula. Selain itu, jumlah petani tebu di Jabar yang sebelumnya lebih dari 25 ribu orang, kini hanya tersisa 5 ribu saja. "Jumlah gula tebu petani yang menumpuk sudah mencapai 10 ribu ton di 3 gudang pabrik gula," katanya.
Dijelaskan Dudi, ketetapan menteri terkait HET gula konsumsi sebesar Rp12.500 per kilogram, dengan harapan gula di tingkat petani bisa dibeli di posisi harga Rp 11.000 per kilogram. Sayangnya, ketentuan PPN sebesar 10 persen membuat petani merasa terhimpit.
"Hingga saat ini gula kita masih di gudang. Ada produsen dan pedagang gula rafinasj yang memanfaatkan kondisi ini. Mereka merembes ke pasar konsumen. Kita pernah menemukan bukti bahwa gula rafinasi bebas beredar di pasar konsumsi," terangnya.
Menurut Dudi, hal tersebut telah melanggar berbagai aturan. Diantaranya, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ni 527/MPP/Kep/9/2004 tentang ketentuan impor gula dan Peraturan Menteri Perdagangan no 74/M-DAG/PER/9/2015 tentang perdagangan antar pulau gula rafinasi.
Dudi menilai, selama empat tahun terakhir petani tebu terus mendertia. "Tahun ini diharapkan hasil yang lebih baik, tapi harapan itu masih sulit menjadi kenyataan," ungkapnya.
Selanjutnya, pihaknya mendesak kepada pihak terkait, khususnya Satgas Ketahanan Pangan untuk mengecek supermarket terkait gula rafinasi yang diduga beredar di pasaran.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Cirebon, Yati Rohyati, yang menemui pengunjuk rasa berdalih bahwa aspek pengawasan merupakan kewenangan dari Pemprov Jabar. Pihaknya mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menindak para pedagang gula rafinasi yang melanggar aturan.
"Hari ini kami akan melayangkan surat kepada instansi terkait mengenai tuntutan mereka," katanya seperti dilansir Radar Cirebon (Jawa Pos Group). (yuz/jpg/JPC)