Alasan Kaum Muslimin Tidak Boleh Merayakan Valentine Day

Kamis 02-02-2023,10:18 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGERANGEKSPRES.CO.ID - Sejumlah kaum muslimin ada yang ikut merayakan Valentine Day (Hari Kasih Sayang). Mereka beralasan bahwa Islam merupakan agama yang menyeru umatnya untuk cinta dan damai. Mereka pun lalu beranggapan bahwa Valentine Day merupakan hari pas untuk mengungkapkan rasa cinta di antara kaum muslimin. Ternyata anggapan itu tidaklah benar. Dikutip dari asysyariah.com, alasan Islam melarang umatnya mengikuti Valentine Day ialah Islam sebagai agama yang sempurna sudah memiliki hari-hari raya yang disyariatkan. Hari raya sebagai syiar Islam. Hari raya sebagai bentuk ibadah. Hari-hari raya itu ialah Hari Jumat, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha. Dalam hal ibadah, seseorang harus melakasanakannya berdasarkan dalil dari firman Allah subhanahu wa ta'ala ataupun dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tidak boleh membuat hari raya sendiri. Berdasarkan hal itu, perayaan Valentine Day atau hari raya yang lainnya yang diada-adakan ialah perbuatan mengada-adakan (bidah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah subhanahu wa ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat. Di samping itu, perayaan Valentine Day juga merupakan bentuk menyerupai (tasyabuh) bangsa Romawi Paganis. Perayaan itu lalu ditiru oleh kaum Nasrani. Islam melarang umatnya untuk menyerupai kaum Nasrani. Terlebih menyerupai amalan yang ditiru oleh Nasrani dari Romawi para penyembah berhala. Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir—baik penyembah berhala maupun ahli kitab—dalam hal akidah, ibadah, dan adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, serta perilaku mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya), “Janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali Imran: 105) “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Hadid: 16) Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya), “Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad 3/50 dan Abu Dawud no. 5021) Menyerupai orang kafir dalam urusan agama mereka—termasuk di antaranya adalah Valentine Day—lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Sebab, agama mereka tidak lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, yang telah diubah, atau yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Jadi, tidak ada sesuatu pun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Selanjutnya tujuan perayaan Valentine Day pada masa ini pun adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak menzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik—apabila masih punya hubungan silaturahim—dengan syarat dia tidak memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Mumtahanah: 8) Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala justru memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya (artinya), “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (al-Mujadilah: 22) Salah satu ulama Salaf, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sikap tasyabbuh (menyerupai) akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta, dan loyalitas di dalam batin. Demikian pula kecintaan yang ada dalam batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (al-Iqtidha, 1/490) Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini sejak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran di luar hubungan pernikahan. Buahnya adalah tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama Nasrani pada waktu itu menentang dan melarangnya. Mayoritas pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Akan tetapi, hal ini tetaplah tidak bisa meniadakan adanya sikap menyerupai orang kafir dalam salah satu urusan agama mereka. Selain itu juga seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya yang merupakan pintu menuju zina.(*) Editor: Sutanto Ibnu Omo

Tags :
Kategori :

Terkait