Penggerebekan kasus dugaan mengoplos dan menjual beras medium dengan harga beras premium oleh aparat penegak hukum mendapat apresiasi sejumlah pihak. Salah satunya datang dari Komisi IV DPR "Saya memberi apresiasi atas penegakan hukum di bidang pangan, itu pula yang menjadi harapan kami yang dituangkan dalan UU Pangan 18 Tahun 2012," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron.
Namun katanya ada hal yang perlu diperhatikan terkait dengan kasus PT IBU yang merupakan anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera yang diduga mengoplos beras tersebut.
Herman menuturkan, sepengetahuan komisi IV DPR ke perusahaan itu bergerak di bidang perberasan yang kemampuan atau kapasitas produksinya bisa mencapai 1 juta ton.
"Ini merupakan perusahaan swasta terbesar setelah Perum Bulog yang memiliki kapasitas gudang 4 juta ton," bebernya melalui pesan singkat, Minggu (23/7).
Mengenai dugaan beras tersebut bersubsidi, ada dua kemungkinan. Pertama, bahwa beras tersebut alokasi Rastra/Raskrin yang setiap tahun dialokasikan untuk keluarga miskin, kelas beras medium, dan disalurkan secara tetutup oleh Bulog dan Pemerintah Daerah. Atau, beras subsidi yang dimaksud adalah bantuan terhadap petani dalam bentuk subsidi pupuk, benih, dan bantuan produksi lainnya.
Jikalau raskin/rastra, kata Herman sudah ada peraturannya. "Sehingga kalau disalahgunakan tentu melanggar hukum," jelasnya. Tetapi jika yang dimaksud adalah petani yang mendapat subsidi produksi, maka belum ada aturan atas hasil produksinya. Termasuk harus di jual ke siapa dengan ketetapan harga tertentu, karena belum ada aturannya.
Kecuali, ada Inpres Nomor 5 tahun 2015 yang mengatur Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang saat ini menjadi harga patokan pembelian pemerintah kepada petani atai pelaku usaha melalui pengadaan Bulog, dan aturan Harga Eceran Teringgi (HET) yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah.
"Jadi jika yang dimaksud adalah beras hasil petani yang disubsidi atau yang mendapat bantuan saprotan dan saprodi, belum ada peraturan yang mengikat terhadap hilirnya," jelas politikus Partai Demokrat itu. Sementara itu dia menerangkan, subsidi dan berbagai bantuan saprotan dan saprodi dimaksudkan agar usaha petani lebih kompetitip, produktif dan petani mendapatkan benefit. Dengan penguasaan lahan pangan yang sempit, dipastikan usaha petani kurang ekonomis. Sehingga harus dibantu dan diringankan biaya produksinya. "Itu lah pentingnya subsidi dan bantuan tersebut bagi petani," ucap Herman menerangkan.
Dia berharap petani jangan dijadikan mesin produksi, tapi harus menjadi subyek penyedia pangan dan terlibat sampai kepada procesing hasil produksinya, bahkan sampai ke pasar, sehingga benefit nya dapat dirasakan petani. "Adapun jika PT IBU dan PT TPS ada pelanggaran terkait dengan pasal-pasal pelanggaran hukum dalam Undang Undang 18 tahun 2012 tentang Pangan ataupun undang-undang lainnya, silahkan diusut tuntas dan tegakan hukum seadil-adilnya," tambah Herman. (dna/JPC)