Jika garam di pasaran terus langka dan mahal, tidak menutup kemungkinan pengusaha telur asin akan berhenti sementara. Seperti dirasakan Ady Dwi Prayitno. Warga Desa Sambirobyong, Kecamatan Sumbergempol. Pria yang memiliki usaha produksi telur asin itu mengaku resah sejak lima hari terakhir. sebab, garam di pasaran langka. “Resah, garam masih langka saat ini. kalau pun ada, harganya mahal Rp 7 ribu per kilogram. Harga sebelumnya, dibawah Rp 5 ribu,” ungkapnya.
Akibat kenaikan itu, Ady harus memutar otak agar tidak rugi. Dia pun menerapkan cara baru yakni dengan membuat varian rasa telur asin. Salah satunya rasa soto. Yakni mencampur bumbu soto dengan donan semen merah dan garam. Garam yang dipakai dikurangi takarannya sedikit. “Harus pintar cari cara agar hasil produksi tetap berkualitas dan tidak rugi,” katanya.
Meski harga garam naik, namun pria ramah itu belum menaikkan harga jual telur asin produksinya. Harga telur asin siap konsumsi masih dijual sekitar Rp 2.500 per butir. Sedangkan harga telur mentah sekitar Rp 1.500 per telur. Namun demikian, jika garam terus langka ataupun harga masih belum turun, dia terpaksa menaikkan harga jual. Ini tidak lain untuk meminimalisir kerugian. “kalau memang kondisinya seperti ini terus (harga garam mahal), pasti harga telur asin juga ikut menyesuaikan,” jelasnya.
Dia berharap, ketersediaan garam di pasaran bisa terjamin dan harga kembali normal. Sebab sangat berpengaruh terhadap industry kecil salah satunya pembuatan telur asin. Hal serupa juga dialami Agus Rohmat, sesama produsen telur asin. Dia mengaku sudah menaikkan harga jual telur asin dari harga semula Rp 2.500 oer butir menjadi Rp 3 ribu per butir. Kenaikan itu baru dua hari lalu. “Nanti kalau harga garam di pasaran sudah kembali normal, pasti harag jual telur asin juga ikut turun seperti sebelumnya,” ujarnya. (wen) (rt/whe/whe/JPR)