Usut Kasus Kekerasan Pada Santri, Kemenag Bakal Turunkan Tim ke Pondok Cabe

Rabu 14-10-2020,02:59 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

SERPONG-Kementerian Agama (Kemenag) Kota Tangsel bakal menurunkan tim untuk mengusut kasus kekerasan terhadap tiga santri di Pondok Cabe. selain itu, Kemenag juga meminta kepolisian mengusut tuntas kasus penganiayaan tiga santri Pondok Pesantren (Ponpes) Ummul Quro, Pondok Cabe Ilir, Pamulang itu sesuai hukum yang berlaku. Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kota Tangsel Abdul Rojak mengatakan, Kemenag minta agar kasus tersebut diusut tuntas oleh polisi sesuai koridor hukum. "Proses sesuai koridor hukum, yang pasti harus diungkap," ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Selasa (13/10). Untuk diketahui, tiga santri Madrasah Aliyah (MA) Ummul Qura di Jalan Pondok Cabe Ilir Raya, RT 1/4, Pamulang, menderita luka di bagian tangan, punggung hingga kepala. Menurut informasi, Ketiga korban masing-masing berinisial BA, FJ dan RF itu mengalami luka setelah mendapat hukuman dari gurunya. Rojak menambahkan, Kemenag juga akan turun langsung ke Ponpes Ummul Kuro untuk menyelidiki kasus penganiayaan tersebut. Namun, tindak lanjut apa yang akan dilakukan, ia tak mau mengatakan. "Yang pastikita akan turun ke Ponpes Ummul Quro untuk mengusut tuntas, kasus ini," jelasnnya. Sebelumnya, Polsek Pamulang sedang menangani kasus penganiayaan terhadap tiga orang santri Ponpes Ummul Quro. Tiga orang santri itu dianiaya dengan cara dipukul menggunakan rotan dan tangan kosong, pada sekira pukul 03.00 WIB, Kamis (1/10). Pelaku merupakan guru di pesantren tersebut. Pemukulan yang dilakukan adalah hukuman karena ketiga santri melanggar aturan. Ketiga santri melaporkan hukuman berupa penganiayaan itu ke polisi. Kapolsek Pamulang Kompol Supiyanto mengatakan, hukuman berupa penganiayaan itu sudah berlangsung lama dan terjadi berulang kali. "Kejadiannya tidak hanya pada malam itu saja. Di setiap ada pelanggaran, terangka melakukan itu," ujarnya. Empat guru sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan tersebut. Keempatnya yakni berinisial A, R, AI, N. Keempat pelaku merupakan alumni yang mengabdi sebagai guru. "Kita kenakan Undang-undang Perlindungan Anak, subsidernya pasal 351 dan 170. Hukuman di atas lima tahun," jelasnya. Akibat penganiayaan tersebut, korban mengaku trauma berat. Ketiganya mengalami luka memar dan lebam di bagian punggung, kepala dan tangan. Karena kondisi psikologi tertekan, membuat pihak keluarga memilih memindahkan putranya tersebut ke sekolah lain. Salah satu orang tua korban berinisial TA, mengaku tidak tega melihat kondisi mental putranya sepulang dari MA Ummul Qura. Di mana lebih banyak mengurung diri dan tak ingin kembali ke tempat sekolahnya semula. "Trauma berat pak, itu waktu pulang dari sana kondisinya udah kayak ayam pelo. Saya sebagai bapaknya gak tega lihat begitu, makanya saya sekarang termasuk orang tua dari korban yang lain juga mau cari pindahan sekolah," ujar TA, ayah dari siswa FJ. TA menambahkan, kekerasan yang dialami putranya oleh senior bukan pertama kali terjadi. Namun, saat ini praktik itu dianggap telah melampaui batas sampai membuat santri kabur melarikan diri pulang ke rumah orang tua. "Kita kan mau didik anak-anak kita buat jadi orang bener. Kalau sekarang kondisinya begini, siapa yang tega lihatnya coba? bukan sekali ini doang, kenapa kita laporin karena udah keseringan, dan ini puncaknya," tambahnya. Senada juga dikatakan orang tua dari korban, RF. Ia mendesak kepolisian menindak tegas oknum pelaku yang terlibat. Meskipun belakangan telah ada empat orang alumni yang ditahan akibat kasus kekerasan tersebut. "Kita ingin kasus ini diselesaikan secara hukum, karena ulah oknum seperti itu bisa merusak nama baik sekolah dan yayasan," ujar IH, ayah dari RF. (bud)

Tags :
Kategori :

Terkait