Reaktif Rapid Test Tetap Bisa Ikut SKB

Kamis 06-08-2020,06:30 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA-Badan Kepegawanan Negara (BKN) memberlakukan protokol kesehatan dengan ketat. Dalam pelaksanaan seleksi kompetensi bidang (SKB) rekrutmen CPNS 2019. Namun peserta dengan kondisi badan demam, bahkan dinyatakan reaktif hasil rapid test tetap diperbolehkan ikut ujian. Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian BKN Suharmen mengatakan protokol yang diterapkan di pelaksanaan SKB hampir sama dengan kegiatan umumnya. Seperti kewajiban jaga jarak, menggunakan masker, dan pengecekan suhu badan. Khusus untuk suhu badan, selama ini ada pembatasan kepada seseorang, ketika bersuhu lebih dari 37,3 derajat celcius. ’’Peserta (dengan, Red) suhu di atas ketentuan tetap boleh ikut SKB. Dengan menggunakan ruangan terpisah,’’ katanya. Nantinya sebelum memasuki ruang ujian, seluruh peserta SKB akan dicek suhu badannya. Apabila ditemukan orang bersuhu lebih dari 37,3 derajat celcius setelah menjalani dua kali pemeriksaan dengan jeda lima menit, maka menjalani ujian di ruangan terpisah. Suharmen mengatakan tim BKN sempat berdiskusi cukup alot dengan Kemenkes dan BNPT terkait ketentuan suhu badan itu. Di dalam diskusi itu dinyatakan bahwa tidak ada kepastian bahwa orang dengan suhu badan lebih dari 37,3 derajat celcius tertular Covid-19. Bahkan dia juga menjelaskan orang yang dinyatakan reaktif dari hasil rapid test juga tetap boleh ikut SKB. Alasannya sama seperti urusan suhu tadi. Yakni orang yang dinyatakan positif rapid test tidak bisa dipastikan tertular Covid-19. ’’Yang bisa menjamin itu Covid-19 adalah tes swab,’’ jelasnya. Pada prinsipnya Suharmen menjelaskan tidak ada satu orang pun yang ingin tertular Covid-19. Sehingga jangan sampai gara-gara Covid-19 kesempatan untuk menjadi CPNS sirna. Berbeda dengan ujian tulis berbasis komputer (UTBK) SBMPT yang cukup ketat ketentuannya. Suharmen mengatakan orang yang tidak bisa ikut UTBK tidak tertutup peluangnya untuk kuliah. Karena mereka bisa ikut tahun depan atau kuliah di kampus swasta. Selain itu orang yang dinyatakan positif Covid-19 dan tinggal menyisakan satu uji swab, tetap diperbolehkan ikut SKB. Dengan catatan mereka ikut SKB H+1 atau keesokan hari dari jadwal SKB semestinya. Sehingga tidak bercampur dengan peserta SKB pada umumnya. Menurut Suharmen protokol tersebut sudah diterapkan dalam pelaksanaan seleksi kompetensi dasar (SKD) untuk sekolah kedinasan. Di dalam foto yang dia tampilkan, ada sejumlah peserta ujian SKD sekolah kedinasan melakoni ujian secara terpisah. Dia juga mengingatkan untuk SKB kali ini, pengantar atau pendamping tidak boleh ikut sampai ke dalam lokasi ujian. Tujuannya untuk menghindari kerumunan. Dalam kesempatan itu Suharmen juga menyampaikan ada sekitar 17 ribu formasi yang berpotensi kosong atau tidak terisi. Namun dia menegaskan bahwa 17 ribuan formasi kosong itu statusnya belum final. Bisa saja nanti jumlah formasi kosong tidak sampai 17 ribuan. Dia menjelaskan Kementerian PAN-RB mengeluarkan kebijakan optimalisasi formasi. Potensi kursi kosong itu bisa disebabkan tidak ada pelamarnya. Selain itu juga disebabkan tidak ada satupun pelamar di dalam formasi itu yang mampu lolos passing grade. Dengan adanya kebijakan optimalisasi formasi diharapkan formasi kosong bisa ditekan sekecil mungkin. Pengisian formasi kosong dalam skema optimalisasi itu dilakukan dengan memasukkan pelamar di formasi lain yang mendapatkan nilai tinggi dari hasil SKD dan SKB. Tetapi acuan ijazah tetap harus linier dengan formasi kosong yang bakal diisi itu. Seperti diberitakan sebelumnya pelaksanaan SKB dijadwalkan pada 1 September sampai 12 Oktober. Sebelum itu pelamar yang lolos ke fase SKB wajib daftar ulang pada 1-7 Agutus. Setelah itu mencetak kartu ujian pada 8 Agustus. Kemudian pengumuman kelulusan CPNS disampaikan pada 30 Oktober. Sampai kemarin siang pukul 13.00 WIB ada 300.776 peserta yang sudah daftar ulang sekaligus memilih lokasi SKB. (wan)

Tags :
Kategori :

Terkait