JAKARTA -- Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut, potensi kerugian negara dari dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp13,7 triliun. Jaksa Agung mengatakan, bukan tidak mungkin kerugian negara lebih besar lagi. "Ini masih perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," katanya dalam keterangan pers di Gedung Jaksa Agung RI di Jakarta Selatan, Rabu (18/12). Menurutnya, potensi kerugian itu timbul karena adanya tindakan melanggar prinsip tata kelola perusahaan menyangkut pengelolaan dana yang dihimpun melalui program asuransi saving plan. Jiwasraya, ungkap dia, melanggar prinsip kehati-hatian dalam melakukan investasi pada aset yang berisiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi pula. Investasi asuransi BUMN itu di antaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah itu, lanjut dia, sebesar 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik dan 95 persen ditempatkan di saham yang berkinerja buruk. Selain itu, korporasi juga berinvestasi di reksadana sebanyak 59,1 persen persen senilai Rp14,9 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak dua persen dikelola manajer investasi Indonesia berkinerja baik dan 98 persen dikelola manajer investasi berkinerja buruk. Akibatnya, lanjut dia, asuransi Jiwasraya saving plan mengalami gagal bayar terhadap klaim jatuh tempo dan sudah diprediksi BPK sesuai laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi investasi, pendapatan dan biaya operasional. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sudah menerbitkan surat perintah penyidikan nomor 33/F2/FG2/12 tahun 2019 pada 17 Desember 2019. "Penyidikan itu dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi yang melibatkan grup tertentu, ada 13 grup di 13 perusahaan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan (GCG)," katanya. Sementara itu, Jampidsus Adi Toegarisman menambahkan perkara itu ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Juni 2019 dan hingga saat ini sudah memeriksa 89 orang. Namun, karena menyangkut beberapa wilayah lebih luas dan kasus yang besar, kasus itu kini ditangani Kejaksaan Agung RI. "Kami sedang mengerjakan di tahap penyidikan. Kami kumpulkan alat bukti untuk membuktikan termasuk akan koordinasi tentang perhitungan kerugian negara dengan lembaga yang punya kewenangan," katanya. "Saksi yang kami panggil adalah yang kami nilai dia memahami, melihat dan mendengar langsung peristiwa yang bersifat pidana ini," tutur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (18/12). Adi enggan mengungkapkan latar belakang saksi yang telah diperiksa dengan alasan keperluan penyidikan. Sementara untuk tersangka dari kasus tersebut, dikatakannya belum ada dan akan disampaikan ketika fakta dan bukti sudah memadai. "Kemudian kalau perhitungan kerugian negaranya sudah ada kepastian dan kami tentukan siapa yang bertanggung jawab pasti nanti ditentukan sebagai tersangka," kata Adi Toegarisman. Sebelumnya, kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, tetapi selanjutnya ditangani Kejagung karena cakupannya yang luas. Kasus itu bermula dari laporan pengaduan masyarakat dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pun mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi sejak tahun 2014 sampai dengan 2018. PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui unit kerja pusat Bancassurance dan Aliansi Strategis menjual produk JS Saving Plan dengan tawaran persentasi bunga tinggi (cenderung di atas nilai rata-rata), berkisar antara 6,5 persen sampai dengan 10 persen, sehingga memperoleh pendapatan total dari premi sebesar Rp. 53,27 triliun. Potensi kerugian negara dari dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga Agustus 2019 diperkirakan mencapai Rp13,7 triliun.(rep)
Potensi Kerugian Negara di Jiwasraya Rp13,7T
Kamis 19-12-2019,04:03 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :