JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak setuju dengan tuduhan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, yang menyebut KPK menghambat investasi sehingga Undang-Undang KPK harus diubah. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, tudingan tersebut merupakan analisis tanpa data dan inkonsisten. “Kami (KPK) sangat menyayangkan pernyataan tersebut,” ujar Febri dalam pesan singkatnya seperti dilansir republika.co.id. Febri tak ingin menganggap tuduhan kepada KPK itu sebagai upaya pemerintah untuk membiarkan kembali maraknya prilaku korupsi di lini bisnis dan investasi di Indonesia. Tudingan tersebut terkesan memberikan legitimasi praktik korupsi hanya demi kemajuan ekonomi. Atau, kata dia, pemerintah seperti memaklumi praktik koruptif, demi alasan investasi. “Oleh karena itu, perlu data yang valid sebelum terburu-buru menyimpulkan sesuatu,” ujar Febri. Febri menambahkan, tuduhan Moeldoko kepada KPK itu bukan hanya tak berdasar, melainkan juga menggambarkan inkonsistensi penilaian pemerintah sendiri terkait dengan investasi di Indonesia. Febri mengatakan, meski tak menyebut terkait KPK, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan tentang indeks kemudahan berbisnis dan berinvestasi di Indonesia yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Febri juga menyarikan data Badan Kordinasi Penanaman Modal (BPKM) yang justru menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi dari tahun ke tahun. Di mana, selama penilaian itu, penindakan KPK berjalan normal. “Pertanyaannya (kepada Moeldoko) investasi apa dan yang mana yang dimaksud terhambat?” ujar Febri. Sebaliknya, Febri mengatakan, justru dari keyakinan para ekonom dan investor keberadaan dan konsistensi KPK dalam pemberantasan korupsi selama ini menjadi tolok ukur kemajuan investasi. Salah satu faktor yang menentukan suatu badan usaha atau perorangan untuk memutuskan akan berinvestasi dalam jumlah maksimal, yaitu mewajibkan perlunya analisis tentang kepastian hukum, terutama dalam sistem hukum pemberantasan budaya koruptif. Apalagi, kata Febri, investor tersebut berasal dari negara dengan peringkat antikorupsi yang tinggi. Itu sebabnya, kata dia, menjadi tak relevan tudingan Moeldoko, yang menganggap KPK sebagai lembaga yang menghambat investasi. Pernyataan Moeldoko tersebut terlontar ketika menjelaskan perbedaan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kedua RUU KPK yang telah disahkan dan RUU KUHP yang pembahasannya ditunda. "Tentu ada alasan-alasan. Pertama, hasil survei menunjukkan bahwa yang menyetujui untuk revisi UU KPK itu lebih banyak," ujar Moeldoko, kemarin. Alasan lainnya, revisi dilakukan dengan pertimbangan keberadaan KPK bisa menghambat upaya investasi. "Ada alasan lagi berikutnya bahwa lembaga KPK itu bisa menghambat upaya investasi," kata dia. Sebelumnya, Moeldoko menyatakan bahwa alasan pemerintah setuju merevisi Undang-undang tentang KPK lantaran muncul alasan bahwa KPK bisa menghambat investasi. "Yang pertama hasil survei menunjukkan bahwa yang menyetujui untuk revisi UU KPK itu lebih banyak. Survei Kompas, 44,9 persen. Yang kedua, bahwa ada alasan lagi lembaga KPK bisa menghambat upaya investasi," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (23/9). Moeldoko mengatakan pihaknya mempunyai sejumlah alasan sehingga memiliki sikap berbeda dalam menyikapi rencana pengesahan RKUHP dan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK). "Yang pertama hasil survei menunjukkan bahwa yang menyetujui untuk revisi UU KPK itu lebih banyak. Survei Kompas, 44,9 persen," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (23/9). "Yang kedua, bahwa ada alasan lagi lembaga KPK bisa menghambat upaya investasi," lanjutnya. Ia tak menjelaskan investasi apa yang terhambat oleh KPK. Moeldoko hanya menyinggung soal penanganan status tersangka korupsi mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino yang hampir empat tahun disandang dan belum juga dibawa ke pengadilan.(rep/cnn)
KPK Tuding Moeldoko Inkonsisten
Rabu 25-09-2019,04:10 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :