JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus menutup kerugian materi pelanggan yang dikalkulasi berkisar Rp839 miliar. Langkah itu ditempuh direksi agar patuh pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 27 Tahun 2017 tentang kompensasi pemadaman listrik. Konsekuensinya, 40.000 karyawan PLN harus menalangi kerugian 21,9 juta pelanggan di DKI Jakarta, Jawa Barat, serta sebagian Jawa Tengah. Anggota Ombudsmas RI Laode Ida secara tegas menyatakan, tindakan PLN tidak cukup hanya dengan meminta maaf saja atas peristiwa tersebut. Seharusnya PLN dapat berbuat lebih dan bisa menujukkan rasa malu dengan memperbaiki manajemen perusahaan setrum itu. Apalagi, jajaran direksi PT PLN Persero diisi oleh orang-orang yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan kapasitas mumpuni di sektor perlistrikan yang seharusnya bisa mendeteksi atau mencari alternatif lain sebelum pemadaman listrik terjadi. "Bagi kami, PLN tidak perlu lagi diajarkan secara teknis mengenai kelistrikan. Namun, faktor manajemen adalah hal krusial di sini," kata dia, kemarin (8/8). Ia menilai PLN gagal dalam melakukan sistem manajemen yang meliputi pengelolaan, perencanaan dan pengawasan sehingga mengakibatkan kerugian besar di berbagai sektor. "PLN menunjukkan kegagalannya dalam melakukan pengelolaan dari kasus yang terjadi kemarin," ujarnya. Bahkan, jika perlu jajaran direksi PT PLN Persero diminta mundur sebagai konsekuensi dan rasa tanggung jawab atas ketidakprofesionalan perusahaan dalam bekerja. Ombudsman RI telah menjadwalkan pemanggilan terhadap Direksi PT PLN Persero untuk dimintai keterangan terkait pemadaman listrik di sejumlah daerah. Agenda tersebut diharapkan dapat memperbaiki layanan listrik menjadi lebih baik lagi. Sementara itu, Forum Advokad Muda Indonesia (FAMI) mendesak jajaran Direksi PLN agar mundur dari jabatannya buntut pemadaman listrik. "Kami minta seluruh direksi PLN diganti dan menteri yang bersangkutan sebaiknya mengundurkan diri," kata Ketua umum FAMI Zenuri Makhrodji. Secara resmi dan tertulis FAMI telah melaporkan perusahaan listrik tersebut ke Ombudsman RI karena dinilai merugikan dan menyalahi aturan perundang-undangan. Dalam laporannya, PLN dinilai tidak bekerja secara profesional karena mematikan arus listrik secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada masyarakat dan konsumen secara umum. PLN dinilai maladministrasi terkait pemadaman listrik pada Minggu (4/8) siang yang menyebabkan kerugian di berbagai pihak. Dalam undang-undang telah diatur bahwa PLN harus memberitahukan kepada masyarakat sebelum melakukan pemadaman atau pemutusan arus listrik. "Tapi ini tiba-tiba mati, dan matinya cukup lama sekitar lima hingga delapan jam," katanya. FAMI menilai hal tersebut menjadi benang merah maladministrasi yang dilakukan oleh PLN. Lebih spesifik merujuk pada Pasal 6 dan 27 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Akibat padamnya aliran listrik tersebut, PT PLN Persero telah mewacanakan untuk menambah pasokan listrik sebesar 2.000 megawatt. Hal itu dilakukan dalam dua tahapan hingga 2020, sehingga Ibu Kota Jakarta tidak terlalu bergantung lagi dengan pasokan listrik dari bagian timur Pulau Jawa.(ful/fin)
Direksi PLN Dituntut Mundur
Jumat 09-08-2019,03:34 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :