Modus Pelaku Mengumpulkan Data KTP dan KK, Buka Lowongan Kerja hingga Situs Jual Beli Online

Sabtu 03-08-2019,03:23 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

Pemilik akun Twitter @hendralm yang berjasa membongkar modus penjualan data kependudukan, seperti KTP elektronik, Kartu Keluarga (KK), dan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) di grup Facebook bernama Dream Market Official. Ia bertemu Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh, di Pusdiklat Kepemimpinan LAN RI, Pejompongan, Jakarta Pusat, kemarin (2/8). Dalam kesempatan itu, Samuel Christian, pemilik akunTwitter @hendralm, sehari-harinya bernama Hendra Hendrawan. Ia mengaku data kependudukan KTP-el, NIK dan KK tidak berasal dari pemerintah, yakni Ditjen Dukcapil Kemendagri. Ia menjelaskan, modus pencurian data pribadi oleh si pemulung data. Pertama, pelaku membuat akun di situs jual beli. Saat ada yang membeli, pelaku berpura-pura memverifikasi dengan minta foto selfie si pemilik barang lengkap memegang KTP-el. Si pelaku juga mengirim foto selfie. Tapi yang dipakai adalah data milik orang lain. Kedua, membuka lowongan kerja di situs jual-beli dengan mensyaratkan data KTP-el dan KK, dan ketiga melalui penawaran pinjaman dana dengan syarat data KTP-el. "Bahkan, ada yang mendatangi langsung masyarakat di kampung-kampung memberikan sembako dengan imbalan foto KTP-el dan KK," ungkap Hendra. Sebelumnya, akun Twitter @hendralm mengungkap informasi mengenai jual beli data KK dan NIK. Informasi ini diunggah pemilik pada Jumat (26/7) lalu. Hendra mengunggah foto yang berisi jual beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun di media sosial. "Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK + KK. Dan parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila..gila...gila," tulis Hendra dalam unggahannya. Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menilai Hendra telah berjasa membuka adanya masalah jual beli data kependudukan itu. Ia sangat berterima kasih kepada Hendra yang sempat stres karena mengira dirinyalah yang dilaporkan ke kepolisian oleh Kemendagri, seperti ramai diberitakan. Padahal Zudan telah mengklarifikasi bahwa pihaknya tak pernah dan tak berniat melaporkan pemilik Hendra ke kepolisian terkait unggahannya soal jual beli data penduduk di Medsos. Zudan menyampaikan dirinya hanya melaporkan peristiwa dugaan sindikat jual beli data pribadi ke kepolisian. "Saya sampaikan bahwa kami dari Direktorat Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri melaporkan adanya peristiwa jual beli data kependudukan, tidak melaporkan Mas Hendra, tidak melaporkan pihak lain," kata Zudan seraya mengatakan laporan itu sudah dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri dan sudah teregistrasi pada Selasa (30/7). Menurut Zudan, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Hendra menjelaskan mengenai modus jual beli data kependudukan yang terjadi di salah satu grup Facebook. "Jadi Mas Hendra ini mengunggah adanya jual beli data nomor telepon, NIK dan nomor KK, data kependudukan," kata Zudan. "Tadi saya sudah mendapat banyak informasi dari Mas Hendra menjelaskan bagaimana cara jual beli di dalam grup Facebook itu," tutur dia. Hendra sendiri mengaku bahwa data kependudukan KTP-el, NIK dan KK tidak berasal dari pemerintah. Pelaku mengumpulkan sendiri dengan berbagai modus. Terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali mendukung adanya penguatan keamanan data pribadi warga negara, yaitu dengan dibuatnya regulasi yang mengatur agar seorang merahasiakan data pribadi orang lain. "Saya mendorong melahirkan UU Keamanan Data Pribadi. Jadi siapa pun yang menerima copy data dari seseorang, dia harus menyimpannya dan tidak boleh dibuang begitu saja ketika selesai," kata Amali di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin. Amali mengatakan Komisi II DPR sudah mengkomunikasikan dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan benar-benar telah dijamin kerahasiaannya. Namun menurut dia, kebocoran data pribadi itu terkadang dari masing-masing diri sendiri, misalnya berurusan dengan satu kepentingan yang mengharuskan menyerahkan fotokopi KTP Elektronik. "Semua orang yang berurusan dengan instansi pasti akan mengumpulkan, setelah digunakan akan tercecer karena dianggap sudah tidak guna lagi," ujarnya. Karena itu menurut dia tidak mengherankan ketika banyak data pribadi yang tercecer di mana-mana lalu dikumpulkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk tujuan kriminal. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatakan dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan sudah dijelaskan bahwa seluruh warga negara wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk. "Kemudian atas kewajibannya itu, pasal selanjutnya negara wajib melindungi kebenaran dan kerahasiaan dari kartu tanda penduduk seseorang," katanya. Menurut dia dibukanya akses data pribadi di semua level berdasarkan keputusan menteri dan UU, namun tidak untuk badan hukum. Herman menilai jangan sampai data pribadi masyarakat tiba-tiba ada di lembaga yang tidak ada hubungan langsung. Berbeda ketika masyarakat berurusan dengan sebuah bank yang membutuhkan KTP-el sebagai dasar atas keabsahan domisili dan identitasnya. Menurut dia, hal itu akan bermasalah kalau secara kolektif data itu diakses tanpa pemberitahuan dan dasar hukum yang kuat dan aksesnya terbatas pada kebutuhan yang benar-benar dibutuhkan oleh institusi negara atau badan hukum Indonesia yang membutuhkan verifikasi. (ful/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait