JAKARTA – Kasus meninggalnya penyelenggara pemilu di lapangan menjadi catatan evaluasi tersendiri pada Pemilu 2019. Keharusan menyelenggarakan lima level pemilihan dalam satu waktu membuat jajaran penyelenggara pemilu bertumbangan. Bukan tidak mungkin muncul opsi pemisahan keserentakan. Catatan KPU hingga kemarin sore (22/4), sudah ada 91 jajaran KPU, khususnya penyelenggara ad hoc, yang meninggal setelah pemungutan suara. Mayoritas di antara mereka adalah anggota KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara). ’’Juga ada 374 orang yang sakit,’’ terang Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU. Mereka tersebar di 20 provinsi. Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus kematian jajaran KPU terbanyak. Di provinsi itu, tercatat ada 28 jajaran KPU yang meninggal. Disusul Jawa Tengah (17) dan Jawa Timur (14). Sementara itu, kasus jajaran KPU sakit paling banyak terdapat di Sulawesi Selatan dengan 128 orang. Pada saat hampir bersamaan, Bawaslu juga mengumumkan jajarannya yang gugur dalam tugas penyelengggaraan pengawasan pemilu. ’’Sementara ada 27 orang yang meninggal,’’ terang anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin di kantor Bawaslu kemarin. Mulai jajaran di kabupaten/kota hingga level TPS. Untuk langkah jangka pendek, rencananya hari ini (23/4) tim Setjen KPU menemui pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membahas santunan bagi para penyelenggara pemilu yang gugur saat maupun setelah bertugas. Sebab, tidak ada regulasi yang mengatur hal tersebut. Arief menuturkan, KPU sudah merumuskan usulan santunan bagi para petugas. ’’Besaran santunan untuk yang meninggal Rp 30 juta–Rp 36 juta,’’ kata Arief. Bagi jajaran yang sampai cacat, diusulkan santunan maksimal Rp 30 juta bergantung jenis musibahnya. Sementara itu, bagi mereka yang terluka, diusulkan santunan maksimal Rp 16 juta. Pembicaraan dengan Kemenkeu, lanjut Arief, tidak hanya berkutat pada nominal. Tapi juga mekanisme pemberian maupun penyediaan anggarannya. Sebab, di anggaran KPU tidak ada nomenklatur untuk pemberian santunan. Bila Kemenkeu mengizinkan, KPU bisa saja mengambil anggaran dari pos-pos yang berhasil dihemat selama penyelenggaraan pemilu. Di sisi lain, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemda menggratiskan biaya pengobatan kepada para petugas KPPS, Polri, dan TNI yang sakit saat menjalankan tugas pemilu. Saat ini puluhan petugas KPPS terpaksa dirawat akibat sakit saat menjalankan tugas. Dia menambahkan, penyelenggaraan Pemilu 2019 memberikan banyak catatan penting untuk dijadikan pelajaran. Mulai masa kampanye yang terlalu lama, sistem pemilihan yang rumit, hingga tidak adanya asuransi yang melindungi petugas di lapangan. ’’Kita ingin penyelenggaraan pemilu ke depan berjalan lebih baik. Karena itu, perbaikan sistem mutlak dilakukan. Pembenahan akan dilakukan mulai hulu hingga hilir. Terutama yang menyangkut keselamatan dan perlindungan petugas di lapangan,’’ tandasnya. Sementara itu, dalam jangka panjang, usulan evaluasi atas meninggalnya penyelenggara pemilu di lapangan terus mengemuka. Salah satunya adalah tinjauan keserentakan pemilu. Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, pihaknya tentu akan mengevaluasi kejadian meninggalnya sejumlah penyelenggara pemilu sebagai catatan. KPU akan membahasnya bersama pemerintah, DPR, dan perwakilan masyarakat sipil. Pembahasan yang diusulkan adalah format pemilu ke depan yang ideal untuk Indonesia. Pemilu yang diselenggarakan saat ini berdampak kelelahan luar biasa bagi sejumlah penyelenggara di lapangan. Pihaknya sudah mendengar sejumlah wacana dari luar bagaimana membuat pemilu ideal. ’’Misalnya, ada wacana yang mengatakan, ada pemilu lokal yang nanti dalam sekali (waktu) pemilu DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan pilkada,’’ terangnya. Untuk pemilu nasional, ada tiga jenis pemilihan. Yakni, DPD, DPR, serta presiden dan Wapres. Wacana yang muncul pasti juga akan menjadi masukan bagi pembuat regulasi. Ilham mengingatkan, usul apa pun terkait dengan pemilu ke depan harus diwujudkan dalam bentuk regulasi. Dalam hal ini, UU yang sejak jauh hari sebelum Pemilu 2024 harus sudah selesai. ’’Jangan terlalu mepet,’’ tambahnya. Pemerintah memastikan akan mengevaluasi pelaksanaan pemilu yang menimbulkan sejumlah persoalan. Agar bisa menyeluruh, evaluasi dilakukan setelah KPU menetapkan presiden, anggota legislatif, dan senator terpilih. Wacana meninjau ulang keserentakan pemilu juga direspons Mendagri Tjahjo Kumolo. Menurut dia, ada sejumlah peristiwa selama rangkaian pemilu yang harus dikaji. Salah satunya terkait dengan desain keserentakan pemilu. Sebab, model pemilu yang menggabungkan lima surat suara berakibat banyaknya petugas KPPS yang meninggal di berbagai tempat. ’’Evaluasi yang menyangkut putusan MK. Keserentakan itu apakah harus hari tanggal (yang sama) atau bulan yang sama,’’ terang Tjahjo di kompleks istana kepresidenan Jakarta kemarin. Dia belum bisa membeberkan desain yang tepat. Sebab, desain itu harus dikaji bersama dan meminta pertimbangan MK. Selain keserentakan, masalah yang dinilai perlu dikaji adalah masa kampanye. Tjahjo menilai masa kampanye sampai enam bulan cukup lama. Dampaknya pun beragam, mulai anggaran hingga efek sosialnya. ’’Saya kira yang penting bagaimana membangun sebuah sistem pemilu yang demokratis, lebih efektif, lebih efisien,’’ terangnya. Sementara itu, soal penanganan bagi petugas KPPS yang gugur, Tjahjo menunggu laporan resmi KPU dan Bawaslu. Menurut dia, penghargaan sangat mungkin diberikan. ’’Saya yakin pemerintah akan memberi penghargaan, tetapi kalau soal anggaran nanti biar dari Bawaslu fixed-nya berapa yang sakit, berapa yang gugur, termasuk KPPS-nya, termasuk anggota Polri-nya,’’ ungkapnya. Tjahjo mengatakan, saat ini pemerintah masih menunggu prosesnya benar-benar tuntas. Evaluasi mungkin digelar pemerintahan dan DPR yang baru. ’’Kami tidak ingin mendesak dulu. Tapi, setelah pengumuman KPU resmi nanti, kemungkinan awal pemerintahan baru akan membahas bersama dengan DPR,’’ tambahnya. (jpg)
KPU Bakal Bahas Bersama Pemerintah dan DPR, Cegah Korban, Cari Format Pemilu Ideal
Selasa 23-04-2019,07:19 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :