Setelah Nusron, Kini Sebut Salah Satu Menteri Soal 400 Ribu Amplop ‘Serangan Fajar’  

Kamis 11-04-2019,04:57 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ingin gegabah menyikapi “nyanyian” Bowo Sidik Pangarso yang membeberkan peran politisi Partai Golkar Nusron Wahid dalam perkara suap dan gratifikasi yang sedang bergulir saat ini. Komisi antirasuah itu mengedepankan upaya verifikasi dan klarifikasi untuk memastikan kebenaran informasi tersebut. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan pihaknya akan melihat kesesuaian informasi itu dengan bukti atau keterangan lain. Bila dianggap relevan, tidak tertutup kemungkinan nama yang disebutkan oleh Bowo bakal dimintai keterangan. ”Bagi KPK, satu keterangan saja tentu saja tidak cukup,” kata Febri, kemarin (10/4). Sebelumnya, Bowo usai pemeriksaan sebagai saksi pada Selasa (9/4) mengungkapkan kepada awak media mengenai 400 ribu amplop yang disiapkan untuk operasi “serangan fajar” di daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah II. Bowo menyebut operasi politik uang itu merupakan perintah dari Nusron Wahid yang sama-sama calon legislatif (caleg) Partai Golkar di dapil tersebut. Ketua Korbid Bappilu Golkar Jawa Tengah I Nusron Wahid membantah tudingan yang dialamatkan pada dirinya. Ia disebut Bowo pernah memberinya perintah untuk mengumpulkan dana serangan fajar di dalam 400 ribu amplop. "Tidak benar," ujar Nusron singkat ketika dikonfirmasi Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (10/4). Kuasa hukum Bowo, Saut Edward Rajagukguk kemarin menambahkan informasi baru terkait dengan sumber uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu di 400 ribu amplop tersebut. Menurut dia, sumber uang total Rp 8 miliar itu sebagian berasal dari salah satu menteri di kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat ini. Selain dari menteri, sumber dana itu juga, bersumber dari seorang direktur di BUMN. Lebih lanjut dipaparkan Saut, pihaknya telah mengantongi bukti. Bukti tersebut didapatkan dari penuturan Bowo saat diperiksa penyidik. Akan tetapi ia enggan membeberkan identitas menteri terkait. "Dari salah satu menteri yang sekarang ada di kabinet ini. Menterinya itu masuk di TKN atau tidak saya kurang mengetahui ya, partainya juga belum disebut. Kita kasih kesempatan penyidik untuk mendalami," tuturnya. Saut menyebut informasi yang disampaikan kliennya bisa dipertanggungjawabkan. Menurut dia, informasi bahwa Nusron memerintahkan Bowo mengumpulkan uang untuk “serangan fajar” memang terjadi. Perintah itu diberikan Nusron di kompleks DPR. ”Secara lisan (Bowo-Nusron) ngomong berdua di (kompleks) DPR,” ujarnya. Saut menjelaskan, bantahan terhadap “nyanyian” Bowo merupakan hak setiap individu. Pihaknya pun bakal meminta Bowo untuk menyertakan saksi yang dianggap mengetahui perihal perintah itu. ”Kita berikan kesempatan kepada penyidik untuk mendalami lebih lanjut. Yang jelas, dia (Bowo, Red) mengakui secara terus terang memang diperintah (Nusron, Red),” imbuh dia. Untuk diketahui, Bowo mengakui perintah tersebut diterima saat Nusron masih menjabat Ketua Korbid Bappilu Golkar Jawa dan Kalimantan. Menanggapi bantahan Nusron, Bowo bersikap santai. Ia menyatakan telah menyampaikan seluruh pengakuannya kepada penyidik. "Ya Nusron kan seorang muslim ya. Seorang muslim yang beriman. Ya gitu, (pengakuan) udah di penyidik ya," ucapnya singkat. Terkait informasi-informasi itu, Febri menyebut tersangka atau pihak pengacara memang punya hak untuk berbicara. Hanya, bagi KPK, semua informasi itu belum mengikat secara hukum jika tidak dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di penyidikan yang sedang bergulir saat ini. ”Yang mengikat itu adalah keterangan yang disampaikan pada penyidik,” terangnya. Febri menambahkan, saat ini pihaknya fokus mendalami sumber-sumber uang Rp 8 miliar dalam 400 ribu amplop. Pendalaman dilakukan dengan memeriksa para saksi. Kemarin, KPK memeriksa dua pegawai PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Benny Wiedhata dan Mashud Masdjono, sebagai saksi untuk tersangka Asty Winasti. ”Kami akan telusuri lebih lanjut informasi yang relevan terkait dengan sumber dana dari sekitar Rp 8 miliar tersebut. Dan juga proses penukaranya,” terang mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu. Selain memeriksa saksi, KPK kemarin juga mengambil sampel suara Bowo untuk kebutuhan penyidikan. (jpg)

Tags :
Kategori :

Terkait