Selain menempuh upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara, pimpinan DPD kubu GKR Hemas juga menempuh jalur politik. Rencananya, pertemuan dengan presiden Jokowi sebagai upaya diplomasi akan dilakukan kelompok yang saat ini menjadi minoritas di lembaga senator tersebut.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Totok Yuliyanto berharap presiden bisa bersikap secara jernih dalam melihat konflik yang ada di DPD. Sehingga diharapkan bisa mendapatkan jalan keluar yang tepat.
“Jadi penyelesaiannya bisa menyeluruh,” ujarnya (26/5). Untuk bisa objektif, maka Presiden harus membuka diri terhadap seluruh pihak. Khususnya untuk mendengar inti persoalan yang terjadi.
Dia mengingatkan, meski secara politik Presiden dekat dengan Oesman Sapta Odang (OSO), namun jangan sampai mempengaruhi keputusannya sebagai kepala negara. Seperti diketahui, OSO menjabat ketua umum Partai Hanura yang notabene pendukung pemerintah.
“Pimpinan lembaga negara bukan hanya memutus berdasarkan proses politik saja. Sebagai negara hukum, harus juga dilihat apakah legitimasinya (OSO jabat Ketua DPD),” tuturnya.
Jika terjebak dalam kecenderungan politik, Totok pesimis, persoalan DPD akan selesai dengan mediasi istana. Oleh karenanya, dia berharap pemerintah tidak mengikuti langkah mahkamah agung (MA) yang justru membuat persoalan semakin rumit. “Jangan sampai seperti MA,” tegasnya.
Pada awalnya, lanjut Totok, MA cukup solutif saat mengeluarkan putusan yang mengembalikan masa kepemimpinan menjadi lima tahun. Namun dalam prosesnya menjadi rumit ketika MA menuntun sumpah terhadap orang yang dipilih melalui proses yang tidak sesuai dengan putusannya sendiri.
Sebagaimana diketahui, dalam pernyataannya kepada media pekan lalu, Hemas menyampaikan niatnya untuk bertemu presiden Jokowi. Langkah tersebut diperlukan sebagai upaya politik selain langkah hukum yang masih berjalan.(far/JPK)