Debat Pilpres Untuk Kepentingan Rakyat

Jumat 22-02-2019,04:11 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA - Sekalipun debat kedua ada kemajuan dibanding debat pertama, masih ada yang harus dioptimalkan. Orientasi harus kepada kepentingan pemilik hak suara. Bukan kepentingan paslon, partai pengusung dan para pendukung. Pengamat Politik Emrus Sihombing mengatakan, peserta yang hadir seharusnya representasi pemilik hak suara, yaitu rakyat Indonesia. Setidaknya ada empat kelompok pemilik hak suara yang seharusnya hadir pada acara debat, yaitu kaum melineal, pemilih pemula, kelas sosial yang belum beruntung utamanya dari desa-desa terpencil, dan kelompok masyarakat yang berpotensi menjadi golput. Representasi kategori ini justru yang harus hadir dalam acara debat. Mereka harus mendapat akses informasi dan pengetahuan yang lengkap dari dari sumber utama, terutama dari kedua paslon pilpres ketika berlangsung debat. Oleh karena itu, menurut saya, pendukung tidak perlu hadir dalam acara debat berikutnya. Sebab, para pendukung hampir sudah dapat dipastikan memiliki pilihan salah satu dari dua paslon Pilpres. Jadi, saya tegaskan, mereka tidak begitu penting hadir. Selain itu, para pendukung berpotensi dapat mengganggu jalannya debat karena terpicu rasa simpati atau larut dalam suasana kemeriahan atau menunjukkan rasa kurang senang terhadap salah satu elemen dari proses perdebatan, papar Emrus kepada Fajar Indonesia Network, Kamis (21/2). Lebih lanjut Direktur Eksekutif Emrus Corner tersebut memaparkan, hakekat debat Pilpres bukan untuk Paslon, partai pengusung, apalagi pendukung memenangkan kontestasi pemilu, tetapi sesungguhnya untuk pemilik hak suara agar memperoleh pengetahuan yang paripurna membantu mengambil keputusan yang tepat menentukan pilihan dari kedua paslon Pilpres. Penyelenggaraan dua kali debat Pilpres yang telah terselenggara, menurut Emrus lebih mempertontonkan untuk kepentingan kedua paslon kandidat, partai pengusung dan pendukung. Ini sangat kurang tepat. Harusnya berorientasi kepada kepentingan pemilik hak suara, tukasnya. Terpisah, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, bila melihat sisi kepentingan debat kandidat sebenarnya tidak terlalu penting. Karena menurutnya sudah jelas, sasaran utama dari kegiatan tersebut ialah pemirsa yang ada di rumah yang menonton televisi. Sebenarnya keberadaan nobar tak ada relevansi terkait penyampaian visi misi kepada pemirsa di rumah. Jadi nobar hanya bagian dari entertainment ya biar lebih meriah, terang Pramono di Jakarta, Kamis (21/2). Adanya nonton bareng di lokasi debat dinilai malah memeperkuat gesekan. Yang sudah terjadi malah memberi peluang orang membuat provokasi. Bom misalnya kemarin, mungkin orang memancing di air keruh, malah bisa saling tuding antar keduabelah pihak. Kan jadi berbahaya, tambahnya. Sementara itu, Pengamat Politik Ujang Komarudin menambahkan, adanya pertanyaan langsung dari praktisi adalah sesuatu yang positif. Menurutnya, dengan adanya pertanyaan langsung dari praktisi menambah warna dari jalannya debat. Hanya saja, praktisi tersebut harus diuji netralitasnya secara konkret. Uji netralitas menjadi sangat penting. Jangan sampai pertanyaan yang dibuat oleh praktisi malah terkesan menyudutkan dan tidak mewakili pertanyaan rakyat Indonesia. Masyarakat saat ini sudah pintar. Sehingga bisa menilai mana praktisi yang netral dan yang tidak, terangnya. Lebih jauh dosen politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini mengatakan, data pribadi praktisi juga harus bisa diakses masyarakat. Mulai dari latar belakang organisasi, pendidikan sampai dengan hal-hal yang bersifat umum. Tujuannya adalah agar public dapat menilai seberapa netral praktisi yang dihadirkan dan yakin bahwa pertanyaan yang disampaikan memang cermin yang terjadi di tengah masyarakat, tandasnya. (khf/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait