JAKARTA-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai masyarakat masih kurang percaya terhadap aparat penegak hukum. Hal Itu sebagaimana Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2018 Indonesia. Sekalipun naik 1 peringkat ke angka 38, angka kepercayaan publik pada aparat masih stagnan. "Salah satu unsur penilaian di IPK adalah World Justice Project, yang saya harap naik dari skor 20 pada 2017, tapi hari ini ternyata tetap 20. Berarti tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum kita hanya 20 dari 100," ungkap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pada awak media, Rabu (30/1). Syarif menjelaskan, IPK Indonesia 2018 mengacu pada sembilan survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara maupun wilayah, dengan skor 0 (nol) berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. "World Justice Project mengukur ketaatan satu negara dalam penegakan hukum (rule of law). Termasuk penyalahgunaan kewenangan publik pada eksekutif, yudisial, polisi/militer dan legislatif," terang Laode. "Apakah ada yang dibuat pemerintah untuk menegakkan kesejahteran atau perbaikan sistem di lembaga pengadilan kita? Untuk lembaga pengadilan sendiri remunerasi sudah 100 persen sehingga hakim baru bisa menerima Rp9 juta-Rp10 juta per bulan, tapi kepolisian dan kejaksaan belum penuh remunerasinya," imbuhnya. Dengan demikian, selain memperbaki sistem rekrutmen, sarana prasarana yang mencukupi maka gaji perlu juga diperhatikan karena pangkat Kapten di Polri dan Kapten di KPK gajinya beda. "Tapi bukan itu satu-satunya cara bebas korupsi, namun lebih pada penggajian yang rasional penting," tukasnya. Satu hal lain yang disoroti oleh Syarif adalah World Justice Project Rule of Law Index, yang mengukur ketaatan satu negara dalam penegakan hukum tetap rendah, yaitu pada 20 poin atau stagnan seperti pada 2017. "Saya juga mohon maaf ke rakyat Indonesia karena saat saya, Pak Agus, Bu Basaria, Pak Alex, Pak Saut dilantik, saya yang mengatakan ke Presiden 'Mudah-mudahan karena periode saya dan bapak dilantik sama, IPK kita bisa ke angka 50', tapi Presiden mengatakan apakah hal itu tidak ambisius? Pak Agus lalu mengatakan angka IPK 40-an tapi pengumuman tahun 2016 ternyata 36," tuturnya. Selain itu, dia mengakui KPK juga belum bekerja maksimal dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan Agung. "KPK bekerja tapi belum maksimal, kepolisian terbatas pelatihan bersama, koordinasi dan supervisi tapi untuk membuat sistem ke depan belum dikerjakan. Dengan pengadilan, KPK bekerja sama dengan Badan Pengawas Mahkamah Agung termasuk BPKP melakukan tata kelola di masing-masing pengadilan sementara dengan Kejaksaan Agung masih sebatas pelatihan bersama," pungkasnya.
IPK Ranking 38, KPK Mohon Maaf
Kamis 31-01-2019,06:19 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :